NasionalPos.com, Jakarta- mantan pejabat di jajaran Direktorat Jenderal Pajak Rafael Alun Trisambodo bisa dijerat dengan Undang-Undang No.8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Harta kekayaan Rafael ini tengah ditelaah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), demikian disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD
“Ya bisa dong TPPU pidana serius lebih dari korupsi ya, ancamannya lebih daripada korupsi kalau memang pencucian uang, Rafael itu harus ditindak,” ujar Mahfud pada wartawan seusai menghadiri rapat sidang kabinet di Istana Negara, Jakarta, Kamis 2/3/2023.
Mahfud menyebut harta kekayaan Rafael yang dianggap tidak wajar telah terendus sejak 10 tahun lalu. Namun, ia berdalih belum menjadi Menkopolhukam saat itu. Selain itu, Mahfud beralasan bahwa sorotan terhadap kekayaan Rafael mencuat setelah anaknya Mario Dandy Satriyo yang terlibat kasus penganiayaan.
“10 tahun lalu saya tidak tahu orang saya bukan Menkopolhukam. Sekarang saya jadi tahu ketika anaknya menganiaya David (korban dari Mario) dan muncul nama bapaknya pejabat eselon III,” papar Mahfud.
Pada sosial media pribadinya anak Rafael, Mario, kerap menampilkan gaya hidup mewah. Ia memiliki Jeep Rubicon dan motor mewah Harley Davidson. Setelah masalah harta kekayaan Rafael mencuat, Mahfud mengatakan ia telah menghubungi Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK).
“Itu gimana uangnya. Oh Pak 10 tahun lalu sudah kami laporkan tapi oleh KPK tidak ditindaklanjuti. Itu saya telefon KPK. Ini ada laporan sebelum saya jadi Menkopolhukam. Itu saya tahu sesudah ada peristiwa kriminal itu. Maka saya suruh periksa dan sudah diperiksa,” terang Mahfud.
Tindak lanjut dari laporan harta kekayaan tersebut, tegasnya, menjadi kewenangan KPK. Mahfud menilai tidak etis jika para pejabat publik pamer harta kekayaan di sosial media. Meski demikian, penegak hukum tidak bisa menindak hanya dari sosial media.
“Itu tidak etis juga ya pamer di Socmed (sosial media) tuh supaya dihentikan. Kalau misalnya periksa Socmed, periksa ke penegak hukum kan ndak mungkin diperiksa kecuali ada kasus,” tukasnya.
Sementara itu, terkait masalah tersebut, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN) menjadi instrumen bagi KPK untuk mengawasi kepatuhan para pejabat publik, ada hampir 500 ribu penyelenggara negara yang wajib melaporkan harta kekayaannya. Tetapi belum semua patuh.
Ia menjelaskan hanya sekitar 53% pejabat eksekutif yang melaporkan harta kekayaannya. Sedangkan untuk pejabat legislatif baru 38%. Adapun kepatuhan paling tinggi, sambung Firli, berasal dari pejabat di kalangan yudikatif yakni mencapai 94,8%.
Firli mengingatkan bahwa para penyelenggara negara masih punya waktu hingga 31 Maret untuk melaporkan LHKPN. KPK, sambung Firli, telah meminta izin pada presiden agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dapat melakukan pembahasan rancangan undang-undang (RUU) Perampasan Aset yang didalamnya mengakomidir pembuktian terbalik bagi para pejabat negara untuk membuktikan harta mereka bukan berasal dari tindak kejahatan atau korupsi.
“KPK sudah mengajukan saran cukup strategis terkait dengan supaya penyelenggara jujur memberikan LHKPN. Kita dan Presiden bersepakat untuk meminta DPR dan pemerintah untuk melakukan pembahasan RUU menjadi undang-undang perampasan aset,”pungkasnya