Mimbarrepublik.com, Jakarta- Hiruk pikuk persoalan Tunjangan Hari Raya (THR) yang diperuntukan bagi ojol akhir-akhir ini ramai dibicarakan oleh kawan-kawan mitra pengemudi ojol dari berbagai Aplikator mengundang perhatian dari Koalisi Ojol Nasional untuk angkat bicara. Serikat Pengemudi Angkutan Indonesia (SPAI) yang merupakan inisiator bagi kawan-kawan ojek online untuk melakukan aksi unras di KEMENAKER hari ini tanggal 17 Februari terkesan Paradoks demikian disampaikan Andi Kristiyanto sebagai Ketua Presidium Koalisi Ojol Nasional kepada awak media, Senin, 17/02/2025 di Jakarta.
“Tahun 2024 silam memang ada kegaduhan mengenai THR yang di peruntukan bagi Ojek Online yang dipicu oleh statement yang dikeluarkan oleh menteri Ketenagakerjaan Ibu Ida Fauziyah saat itu hingga terbitlah Surat Edaran Menaker Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan (THR) bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Dan menghimbau kepada seluruh perusahaan Aplikator untuk mengeluarkan THR kepada Seluruh mitra nya baik Ojek Online, Taksi Online dan Kurir online.”ungkap Andi
Namun, lanjutnya, Surat Edaran tersebut tidak bisa dijadikan dasar bagi para ojek online untuk menagih janji terkait THR karena bentuk surat tersebut adalah Himbauan. Mengapa demikian, sebab Koalisi Ojol Nasional memandang status Ojol saat ini masih berbasis Kemitraan, jika acuan SPAI adalah Undang-Undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang ini lebih condong diperuntukan bagi pekerja Industrial. sedangkan ojek online memiliki ciri-ciri pekerjaan yang bersifat independen, temporer, berdasarkan proyek jangka pendek, serta jadwal dan ruang kerja yang relatif fleksibel.
“Hal ini pun sejalan dengan Putusan Supreme Court United Kingdom yang menyatakan bahwa pekerja seperti ojek online dikategorikan sebagai pekerja gig. Mungkin berbeda hal nya dengan rekan-rekan kita yang tergabung di dalam Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) karena mereka merupakan Serikat Pekerja yang terafiliasi dalam salah satu Federasi Buruh di Indonesia,”tukas Andi.
Selain itu, sambung Andi, bahwa hingga saat ini Ojek Online belum memiliki regulasi yang bisa menguatkan status ojol itu sendiri (Payung Hukum). Ojek Online tidak bekerja di dalam suatu kawasan Industri yang mendapatkan Upah kerja tetap yang diatur sesuai dengan Upah Minimum Propinsi (UMP/R) dimana setiap tahun nya selalu disesuaikan, karena upah sejati nya yang didapat oleh mitra pengemudi ojek online itu berupa Tarif sesuai jarak pengantaran yang telah diatur oleh Kemenhub, dan upah itu bukan dari perusahaan aplikator, melainkan upah tersebut di peroleh dari pengguna jasa, selain itu, Tidak ada Cuti, Lembur, Jam Kerja yang ditentukan oleh Perusahaan serta semua jenis aturan pekerja industri / buruh seperti yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibuslaw).
Sehingga dengan demikian, imbuh Andi, dirinya bersama para driver ojek online yang tergabung dalam Koalisi Ojol Nasional, ada sesuatu yang lebih fundamental dari semua permasalahan terkait Ojek Online di Indonesia yang harus diselesaikan adalah Payung Hukum mengenai status keberadaan Ojek Online yang mengikat, serta dapat mengayomi aktivitas ekonomis ojek online di Indonesia ini.
“Atas kondisi tersebut, kami menghimbau agar jangan ada upaya dari berbagai aliansi yang terlahir bukan dari Rahim Ojek Online membuat bias tujuan perjuangan kawan-kawan ojol apalagi jika orang tersebut tidak pernah merasakan bagaimana menjadi seorang pengemudi Ojek Online, Stop Pembodohan Terhadap Ojek Online dan Jangan Tunggangi Ojol Untuk Kepentingan Tertentu !!!!” tandas Andi. (*Rigel)