Mimbarrepublik.com, Jakarta- Dari hasil penelusuran di peroleh informasi yang menyebutkan PT Arya Nobel merupakan holding company dari beberapa bisnis portofolio yang mereka miliki seperti Derma XP, Genero, Erha dan Marco, yang kini sudah berusia 25 tahun dengan jumlah karyawan sekitar 1000 orang karyawan, di duga hingga saat ini tidak memiliki Serikat Pekerja atau organisasi pekerja, demikian disampaikan Abdul Iksan, SH, Sekretaris Jenderal Koalisi Insan Pers Indonesia kepada awak media, Senin, 23 Desember 2024 di Jakarta.
“Kami telah melakukan investigasi dengan hasil temuan bahwa PT Arya Nobel yang sudah berusia 25 tahun tersebut, tidak memiliki serikat pekerja, ini sesuatu temuan yang sangat mengejutkan bagi sebuah holding company, yang terkenal dan pernah mendapatkan beberapa penghargaan.”ungkap Abdul Iksan, SH.
Menurut Abdul Iksan, SH, apabila di cermati dari pasal 29 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, yang menuliskan adanya ketentuan keharusan setiap perusahaan yang memiliki karyawan lebih dari 50 orang, harus ada serikat pekerja atau organisasi pekerja, maka dengan adanya temuan bahwa PT Arya Nobel tidak memiliki Serikat pekerja, membuktikan adanya dugaan management PT Arya Nobel melanggar Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tersebut, bukan hanya itu, juga di peroleh informasi, adanya dugaan pihak management PT Arya Nobel beserta anak perusahaannya, telah melarang para karyawannya untuk membentuk suatu organisasi pekerja atau organisasi karyawan di internal perusahaan tersebut, dan di sinyalir larangan tersebut, tertera di dalam perjanjian kerja antara pihak management dengan pihak karyawan
“ Terkait dengan temuan tersebut, kami sudah bersurat kepada pihak management PT Arya Nobel, kami ingin tau alasan mereka mengenai tidak adanya organisasi pekerja di perusahaan mereka, padahal ini adanya ketentuan Undang-Undang, tapi sampai saat ini belum ada tanggapan dari pihak PT Arya Nobel.” Tukas Abdul Iksan, SH.
Lebih lanjut Abdul Iksan, SH mengatakan bahwa dalam Bahwa Pasal 28 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh menyatakan bahwa siapapun dilarang menghalangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk serikat pekerja, sedangkan dari hasil penelusuran, adanya temuan dugaan kebijakan dari managemen PT Arya Nobel beserta anak perusahaannya yang melarang karyawan tetap untuk mendirikan serikat pekerja atau organisasi pekerja di lingkungan kerja PT Arya Nobel, fenomena ini di indikasikan pihak Managemen PT Arya Nobel melakukan Praktik menghalangi atau memaksa pekerja/buruh untuk tidak membentuk serikat pekerja merupakan tindak pidana kejahatan. Pelaku dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp500 juta.
Selain itu, imbuh Abdul Iksan, SH, jika di sebuah perusahaan tidak ada serikat pekerja atau organisasi pekerja apapun bentuknya, maka bakal berdampak pada keberadaan karyawan beserta hak-haknya, yang tidak menutup kemungkinan akan terabaikan oleh perusahaan, tidak hanya itu, ketiadaan organisasi karyawan dalam suatu perusahaan juga memberikan peluang bagi pihak perusahaan untuk bertindak sewenang-wenang kepada karyawannya, misalnya membuat peraturan jam kerja sewenang-wenang, mungkin saja tidak ada cuti hamil bagi karyawati atau peraturan lainnya yang merugikan karyawan, mungkin saja kondisi tersebut terjadi di PT Arya Nobel.
“ Ya, apa boleh buat, karena tidak adanya respon dari PT Arya Nobel, atas temuan kami tersebut, maka demi kepentingan untuk menyelamatkan keberadaan ribuan karyawan PT Arya Nobel, kami akan melaporkannya ke Kementrian Tenaga Kerja. “pungkas Abdul Iksan, SH. (*Nur)