Mimbarrepublik.com, Jakarta- Mengembalikan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi negara, merupakan satu-satunya cara menjelmakan kembali Indonesia sesuai cita-cita para pendiri bangsa, demikian dikatakan LaNyalla Mattaliti Ketua DPD RI saat menjadi Keynote Speech Seminar Kebangsaan Pemuda Panca Marga (PPM) bertema ‘Menjelmakan Kembali Indonesia Menurut Cita-cita Para Pendiri Bangsa’ di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Sabtu (4/11/2023).
“Mengembalikan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi negara artinya Konstitusi Indonesia harus kembali kepada Konstitusi yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa. Yaitu, Undang-Undang Dasar 1945 sebelum Amandemen tahun 1999 hingga 2002 silam,” paparnya.
Untuk itulah, lanjut LaNyalla pentingnya gerakan kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 sebelum Amandemen. Karena sistem bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa terdapat di dalam Konstitusi tersebut.
“Sedangkan Konstitusi hasil Amandemen tahun 1999 hingga 2002 jelas mengganti sistem bernegara yang dirumuskan para pendiri bangsa. Bahkan telah meninggalkan Pancasila sebagai identitas Konstitusi dan justru menjabarkan nilai-nilai individualisme dan liberalisme barat,” tukas dia lagi.
Sedangkan untuk melihat seperti apa Indonesia yang dicita-citakan para pendiri bangsa, LaNyalla mengajak untuk membaca kembali pikiran-pikiran para pendiri bangsa yang terdokumentasi secara lengkap dalam sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa ini.
Terutama dalam notulensi yang tercatat rapi, saat para pendiri bangsa bersidang menyiapkan lahirnya negara ini dalam forum BPUPK dan PPKI.
“Dalam risalah notulensi jelas disepakati bahwa Indonesia adalah negara hukum yang terikat dengan filosofi dasarnya, yaitu Pancasila. Artinya Indonesia bukan saja sekedar negara hukum. Tetapi negara hukum Pancasila,” tegasnya.
Lanjut LaNyalla, hal itu mengandung makna bahwa Pancasila menjadi sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Sehingga Indonesia adalah negara yang berketuhanan, negara yang berkemanusiaan, negara yang bersatu dalam kesatuan, negara yang dipimpin dengan cara kerakyatan dan musyawarah. Serta negara yang bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sementara itu, dalam sambutannya Ketua Umum Pemuda Panca Marga (PPM), Berto Izaak Doko menjelaskan Pemuda Panca Marga mendapatkan mandat untuk secara konsisten mengimplementasikan jiwa, semangat, dan nilai-nilai juang 1945 (JSN’45). Salah satu upayanya adalah menjawab persoalan bangsa saat ini.
“Faktanya perjalanan bangsa sudah tidak on the track, apalagi setelah dilakukannya amandemen Konstitusi 1 sampai 4. Bagi kami itu cacat hukum. Makanya kami setuju kembali ke UUD 45 naskah asli yang diterbitkan pada tanggal 18 Agustus 1945, agar bangsa ini kembali sesuai cita-cita para pendiri bangsa,” tegasnya.
Sedangkan Letjen TNI (Purn) Muzani Syukur, Waketum Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) yang membacakan sambutan Ketua Umum LVRI mengapresiasi kegiatan seminar kebangsaan karena topik yang diambil sangat luar biasa.
“Kenapa disebut luar biasa? Karena tema atau topik bahasan telah menyentuh kepentingan bangsa. Artinya anak-anak PPM peduli terhadap persoalan bangsa. Artinya anak-anak sudah berada pada posisi di tempat yang benar, dimana sebagai anak veteran memang kalian harus memberi solusi. Ini sesuai perjuangan para sesepuh dan senior,” tukasnya.
Usai acara penyampaian sambutan, kemudian dilanjutkan dengan acara diskusi yang menghadirkan Pengamat ekonomi politik, Ichsanuddin Noorsy dan Dosen Politik UI Dr Mulyadi sebagai narasumber serta dipandu oleh Dr Ngurah Sucitra, Dosen STIN.
Di kesempatan acara seminar ini, dalam paparannya Pengamat ekonomi politik, Dr Ichsanuddin Noorsy, mengatakan amburadulnya Amandemen UUD 1945 tahap 1 sampai 4, hal ini terbukti pada hasil perubahan UUD 1945 tahun 1999 sampai 2002 terindikasi mengandung sesuatu yang kontradiksi, baik secara teoritis konseptual maupun dalam praktik ketatanegaraan.
“Yang menyatakan ini bukan Ichsanuddin Noorsy, tetapi Komisi Konstitusi dalam kajiannya di tahun 2002. Yaitu terdapat inkonsistensi substansi baik yuridik maupun teoritik. Ketiadaan kerangka acuan atau naskah akademik dalam melakukan perubahan UUD 1945 merupakan salah satu sebab timbulnya inkonsistensi teoritis dan konsep dalam mengatur materi muatan UUD,”ungkapnya.
Ichsanuddin Noorsy mencontohkan di dalam Pasal 33 UUD 45 hasil amandemen. Ayat satu disebutkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha Bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Tetapi di ayat 4 disebutkan perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
“Kata disusun dan diselenggarakan itu kontradiksi. Disusun artinya ada intervensi negara. Sedangkan diselenggarakan itu negara hanya seperti event organizer, menyerahkan ke pasar, akibatnya berdampak pada kondisi perekonomian nasional yang berpeluang pihak tertentu untuk menguasai dan mengatur pasar” tukas dia.
Dalam paparannya, Dosen Fisip UI, Dr Mulyadi, mengungkapkan bahwa pada saat penyusunan UUD 1945 di penuhi oleh suasana kebatinan yang luhur, sedangkan penyusunan amandemen UUD 1945 ditahun 2002 lalu, dipenuh oleh suasana kebatilan, sebab amandemen tersebut memberikan peluang masuknya ideologi liberalisme, serta ada tiga misi terselubung dalam penggantian UUD 45. Yaitu ingin menguasai ekonomi, menguasai politik, dan menguasai Presiden.
“Coba saja baca dan perhatikan di dalam pasal-pasalnya. Kuasai ekonomi akhirnya dijadikan liberalisme. Di politik yaitu dengan liberalisme politik, adanya gabungan partai seperti Pasal 6A ayat 2. Lalu kuasai pemerintah itu dengan diubahnya penjelmaan rakyat di MPR menjadi pilpres langsung, oleh karena itu sebagai langkah solusi untuk Menjelmakan Kembali Indonesia Sesuai Cita-cita Para Pendiri Bangsa, Kembali Ke UUD 1945, ini sekaligus untuk menyelamatkan bangsa Indonesia dari kehancuran di masa kini dan di masa mendatang ” tandasnya nya.
Turut hadir dalam acara itu, Sekjen PPM, Delwan Noer, Sekretaris Wantimpus PPM, Suryo Susilo, para anggota PPM dari berbagai daerah, Ikatan Alumni Resimen Mahasiswa, Pemuda Pancasila, FKPPI, FKPP AL, IPKI, FKPP AU, para mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi diantaranya dari Universitas Bung Karno, serta sebanyak ratusan orang tamu undangan dari masyarakat umum yang hadir memadati ruangan Nusantara V kompleks Gedung DPR RI tersebut. (*Nur)