Mimbarrepublik.com, Jakarta- Kebijakan pemblokiran Nomor Induk Kependudukan Kartu Tanda Penduduk (NIK KTP) oleh Dinas Kependudukan & Catatan Sipil DKI Jakarta, nampaknya masih menjadi perbincangan hangat oleh berbagai kalangan warga Jakarta,
Salah seorang diantaranya, adalah A. Syamsul Zakaria, SH, MH, seorang pengacara Publik, saat dihubungi wartawan, ia mengatakan bahwa setiap kebijakan hendaknya merupakan suatu penerapan dan pemaknaan dari suatu Undang-Undang, soal penertiban administrasi kependudukan melalui pemblokiran NIK KTP itu bisa dilakukan bagi mereka yang sudah meninggal dunia.
“Tetapi soal NIK KTP seseorang yang masih hidup, saya rasa kebijakan itu kurang tepat jikà dilakukan langsung pemblokiran melainkan harus diselesaikan dengan cara proporsional.”ungkap A. Syamsul Zakaria, SH, MH kepada wartawan, Rabu, 10/5/2023 di Jakarta.
Umpamanya, lanjut A. Syamsul Zakaria, yang tidak tinggal lagi sesuai alamatnyà, maka pemerintah yang berwenang harus ada solusi yang memberi keuntungàn bàgi masyarakat secara tidak langsung diblokir begitu saja, melainkan harus dipertimbangkan secara matang dampak dari pemblokiran NIK KTP tersebut, karena pemblokiran NIK KTP tersebut dapat berefek hukum keperdataan, politik dan ekonomi, baik bagi pemerintah maupun bagi pemilik NIK KTP yang masih hidup tersebut.
“Menyimak rencana pemblokiràn NIK KTP, saya rasa perlu kehati-hatian selain harus memperhatikan¹ làndasan hukumnya, harus memperhatikàn ketentuan apapun dan harus menghindari tidak seorangpun kehilangàn Hak untuk memilih dàn dipilih dalàm pesta demokrasi 2024.”tukasnya.
Syamsul juga mengingatkan bahwa jika pemblokiran NIK KTP berpotensi kepada seseorang akàn kehilangan Hak politik dan hak keperdataannya maka tentunya hal itu harus dihindari kecuali jika pemblokiran dilakukàn tanpa merugikan hak hàk sebagài warga negara RI, karena menurut UU No.24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan,
NIK KTP itu bersifat permanen, seumur hidup dan sangat vital digunakan untuk berbagai urusan terkait aktivitas administrative, termasuk menjadi acuan seseorang menggunakan hak pilihnya dalam momentum demokratis, yakni pada pemilu serentak 2024 mendatang.
“Ya, saya tidak sependapat kalau pemblokiran NIK KTP itu bisa mengakibatkan hak pilih seseorang dihilangkan, ini bisa berdampak pelanggaran Hak Azasi Manusia, karena hak memilih itu merupakan Hak Azasi Manusia, silahkan saja melakukan penertiban, tapi jangan melanggar Hak Azasi Manusia donk..sebaiknya, hal ini menjadikan pertimbangan bagi Dukcapil DKI Jakarta untuk mengkaji ulang kebijakan tersebut.”pungkas A. Syamsul Zakaria, SH, MH, yang juga Ketua Forum Pembauran Kebangsaan Provinsi DKI Jakarta. (*Kikel)