Mimbarrepublik.com, Jakarta- Seperti diberitakan sebelumnya, disebutkan bahwa politisi PSI Dini Purwono mengatakan pengangkatan Kaesang sebagai Ketua Umum PSI tidak dilakukan dalam satu atau dua hari. Namun, ia melanjutkan, telah melewati proses asesmen atau penilaian sebelum Kaesang menjadi kader PSI. Ia menampik proses itu dilakukan secara instan.
“Kalau mau dibilang jadi anggota, iya baru, tapi kan sebenarnya kayak asesmennya, evaluasinya, pasti sudah jauh sebelum itu. Enggak mungkin lah kita ujug-ujug cuma bikin keputusan dalam satu atau dua hari,” terang Dini.
Menangggapi informasi tersebut, peneliti senior Pusat Riset Politik (PRP) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor mengatakan bahwa Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dinilai mengabaikan proses kaderisasi dengan menetapkan putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, sebagai ketua umum setelah dua hari resmi menjadi kader partai.
“Fenomena pengangkatan Kaesang dikhawatirkan hanya menjadi alat bagi segelintir orang tanpa menerapkan demokrasi internal partai politik.”ucap Firman Noor kepada wartawan, Kamis, 28/9/2023 di Jakarta
Menurutnya, kaderisasi merupakan proses panjang. Layaknya sekolah, kaderisasi dilakukan secara bertahap oleh partai terhadap para kadernya dengan berbagai macam materi yang harus diajarkan.
“Tapi proses itu semua diabaikan sehingga memang terlihat bahwa itu tidak dianggap penting oleh PSI. Ketua umum itu bisa saja orang yang asing dari partainya,” tukas Firman.
Ia juga mengungkapkan, fenomena Kaesang menegaskan adanya lobi para elite dengan orientasi kepentingan agar partai politik dapat selamat dalam kontestasi pemilu dan bahkan mampu berkuasa, cara partai politik mengangkat orang asing yang dianggap dekat dengan kekuasaan sebagai ketua umum jauh dari prinsip demokrasi.
prinsip demokrasi, lanjut Firman, khususnya dalam partai politik, tidak selalu harus berkuasa, tapi juga memperimbangkan aspirasi yang betul-betul diuji dari bawah. Jika hanya dijadikan alat segelintir orang, Firman mengatakan partai politik sangat berpeluang jatuh dalam model yang oligarki.
“Yang terpenting adalah komitmen untuk membangun pemahaman mengenai hakikat demokrasi, tidak hanya menjadikan partai politik untuk kepentingan praktis, pragmatisme,” jelasnya.
Ia juga menerangkan praktik kaderisasi yang baik telah diterapkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS), PKS menerapkan kaderisasi yang ketat lewat jenjang yang selektif dan bertahap. Untuk menjadi Presiden PKS, kader harus melewati beberapa jenjang. (*Nur)