Mimbarrepublik.com, Jakarta- Para Pelaku penganiayaan terhadap warga Aceh hingga tewas, yakni anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), Praka RM dan dua anggota TNI lain, Praka HS juga Praka J, dijerat tiga kasus mulai dari penculikan, pemerasan, hingga penganiayaan.
“Setelah dilakukan penyelidikan, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka kasus penculikan, pemerasan, dan penganiayaan,” ujar Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat, Brigadir Jenderal TNI Hamim Tohari kepada wartawan, Selasa 29 Agustus 2023.
Menanggapi itu, di tempat terpisah, Pengamat Militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi, mengingatkan agar jangan sampai ada upaya-upaya yang bertendensi meringankan hukuman dan melindungi tersangka pelaku kejahatan.
“Kita tidak lagi berada di masa lalu, di mana reputasi dan marwah lembaga bisa dijaga dengan menutupi masalah,” tegas Khairul kepada wartawan
“Saat ini reputasi dan marwah justru akan meningkat jika bisa menyelaraskan diri dengan harapan masyarakat dan tidak berlawanan dengan harapan masyarakat,” paparnya.
Sementara itu, Komandan Pomdam (Danpomdam) Jaya Kolonel CPM Irsyad Hamdie Bey Anwar, menerangkan pihaknya masih mendalami Pasal-Pasal apa saja yang akan menjerat para pelaku perbuatan keji
“Pasal-Pasalnya masih kita dalami. Intinya kita cari Pasal seberat-beratnya,” tandas Irsyad kepada pers.
KY Perlu Awasi Khairul menuturkan Komisi Yudisial (KY) bisa ikut mengawasi jalannya kasus karena memiliki kewenangan.
“Secara normatif, seorang hakim militer selain terikat dengan delapan Wajib TNI dan Sapta Marga, juga terikat dengan kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH). Pengawasan KEPPH ini merupakan kewenangan KY,” ungkap Khairul.
Dengan adanya komitmen Panglima TNI agar para pelaku dihukum seberat-beratnya, Khairul optimis bahwa tidak akan ada konflik kepentingan antara para hakim militer dengan atasannya (Panglima TNI) yang dapat menyebabkan terjadinya pelanggaran KEPPH. Terkait bisa atau tidaknya kasus pembunuhan ini dialihkan ke pengadilan umum melalui koneksitas,
Khairul berpendapat bahwa kasus ini akan tetap ditangani oleh Pengadilan Militer.
“Koneksitas adalah mekanisme hukum acara untuk mengadili tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer. Dalam kasus ini, meskipun korbannya seorang warga sipil, namun pelaku seluruhnya adalah prajurit,” tandasnya. (*Nur)