Mimbarrepublik.com, Jakarta- Pernyataan Menteri UMKM Maman Abdurahman, para driver ojol di seluruh Indonesia dikategorikan sebagai UMKM yang tidak terkena dampak realokasi BBM bersubsidi, dan di rencanakan juga bakal mendapatkan bantuan modal untuk membuka usaha, beberapa waktu lalu, mendapatkan respon dari berbagai kalangan masyarakat, bukan hanya dari kalangan dari pengemudi online, melainkan juga mendapatkan respon dari kalangan pengguna jasa transportasi digital ini.
Salah satu diantaranya dari Ela Ketua Perkumpulan Pengguna Jasa Transportasi Digital, kepada wartawan, ia mengatakan sangat miris melihat kondisi para driver ojol, ketika mereka bekerja di lapangan mengais rejeki dengan modal sendiri, yakni bermodal motor atau mobil dan perangkat Hp smartphone, namun kenyataannya terjebak dalam kubangan kemiskinan oleh system kemitraaan relasi usaha yang di manipulasi oleh perusahaan aplikator.
“Sebenarnya pemerintah lebih dahulu membuat regulasi mengenai status keberadaan pengendara ojek online, jangan terburu-buru menetapkan suatu terminologi status bagi pengendara ojol sebagai UMKM,” ucap Ela kepada wartawan, Selasa, 17/12/2024 di Jakarta.
Menurut Ela, berdasarkan Bab IV pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menyebutkan soal Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). (2) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, kemudian Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dari kriteria tersebut,
Keberadaan pengendara ojek online tidak masuk dalam kriteria usaha Mikro maupun kriteria usaha kecil, karena tidak memiliki tempat usaha, sedangkan produk yang di jual pengendara ojek online adalah jasa layanan antaran yang menggunakan jasa aplikator untuk mendapatkan order, jadi mereka bukan jasa jualan dagangan barang, minuman atau makanan.
“ Nah, dengan demikian, keberadaan pengendara Ojek Online tidak termasuk kategori UMKM, tapi mereka berhak mendapatkan subsidi BBM karena bukan di lihat dari usahanya, tapi di lihat dari kondisi pendapatannya, di lihat dari kondisi perekonomiannya yang masih tergolong menengah ke bawah sehingga mereka wajib mendapatkan subsidi BBM.”Tukas Ela.
Lebih lanjut Ela menjelaskan dengan status keberadaan pengendara ojol, menurut Undang-Undang UMKM tidak masuk kategori usaha mikro dan kecil, maka pemerintah dalam hal ini Kementeriaan UMKM tidak bisa memberikan modal usaha dalam bentuk apapun kepada pengendara ojol, logikanya kalau pengendara ojol di beri modal usaha, bakal di gunakan usaha apa? Atau di gunakan untuk apa? Pemberian modal usaha ke pengendara ojol akan sia-sia, bisa juga misalnya buat beli motor baru untuk alat kerja ngojek, tapi kalau order yang di berikan oleh pihak aplikator tidak mencukupi biaya operasional bensin dan oli motor, bagaimana? Kan tetap saja pengendara ojol tidak bertambah kesejahteraannya.
“ Saya khawatir kurang pahamnya Menteri UMKM mengenai keberadaan pengendara Ojol, bisa mengakibatkan kerancuan dan bahkan pelanggaran penerapan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, jika itu terjadi yang kasihan adalah Menteri UMKMnya, karena dalam Undang-Undang tersebut, beliau yang bertanggungjawab.”ucap Ella.
Apalagi, lanjut Ella, dari informasi yang diperolehnya, kementerian UMKM akan memberikan bantuan modal usaha ke pengendara Ojol melalui organisasi yang mengatasnamakan komunitas ojol sebut saja di duga Bernama Garda Indonesia, dan komunitas ini bukan Lembaga keuangan, padahal menurut pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, mencantumkan kententuan tentang aspek pendanaan membantu para pelaku Usaha Mikro dan Usaha Kecil untuk mendapatkan pembiayaan dan jasa/produk keuangan lainnya yang disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, baik yang menggunakan sistem konvensional maupun sistem syariah dengan jaminan yang disediakan oleh Pemerintah.
“Nah kalau hal tersebut nekad diterapkan oleh kementerian UMKM, maka bakal muncul permasalahan baru ya, diantaranya rentan korupsi, rentan munculnya konflik kepentingan, dan yang pasti melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, jika itu terjadi yang dirugikan adalah negara, dan juga memuculkan kecurigaan dari kalangan komunitas ojol yang lain, lho kenapa Kementerian UMKM hanya bekerjasama dengan organisasi yang mengatasnamakan Ojol? maka hal ini bisa memicu konflik, mendingan Pak Menteri UMKM fokus yang lain, kasihkan saja urusan Ojol ke kementerian lain, misalnya kementerian koperasi,kementerian Perhubungan dan Kementerian Komunikasi Digital .”pungkas Ella. (*Rigel)