Mimbarrepublik.com, Jakarta- Mantan pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo menyampaikan eksepsi atau dakwaan jaksa dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Nota pembelaan itu dibacakan kuasa hukum yang mewakili dirinya. Dalam eksepsi, Rafael menyatakan protes di depan majelis hakim. Dakwaan dinilai tidak dapat diterima.
“Bahwa surat dakwaan aquo beralasan hukum untuk dinyatakan tidak dapat diterima,” kata Rafael melalui kuasa hukumnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 6/9/2023.
Dalam pembelaannya tersebut, Rafael menilai KPK tidak bisa memproses dugaan penerimaan gratifikasi dan pencucian uang dalam kasusnya. Alasannya karena dia aparatur sipil negara (ASN).
“Apabila terdapat dugaan pelanggaran atas kewajiban atau tugas terdakwa, maka dugaan pelanggaran tersebut terlebih dahulu diperiksa oleh aparat pengawasan intern pemerintah,” ucap Rafael melalui kuasa hukumnya.
Dia juga menilai Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak tepat menangani kasusnya. Harusnya, lanjut Rafael, perkaranya diproses di Pengadilan Tata Usaha Negara lebih dulu. Rafael mengacu dengan Pasal 17 sampai 20 dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dalam eksepsi yang diajukannya.
Dia juga berpegangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
“Bahwa pengaturan tentang tugas dan kewajiban PNS selaku ASN berdasarkan UU ASN,” ujar Rafael melalui pengacaranya.
Atas dasar itu, Rafael menilai tudingan jaksa dalam kasus ini bersifat prematur dan melanggar hukum. Perkaranya dinilai masuk ranah Peradilan Tata Usaha Negara.
“Dengan demikian penuntutan terhadap terdakwa diduga melakukan tindakan yang berlawanan dengan tugas dan kewajibannya namun tanpa didahului dengan pengujian oleh Badan Peradilan Tata Usaha Negara beralasan hukum untuk dinyatakan tidak dapat diterima,” tutur Rafael melalui pengacaranya.
Ada tiga dakwaan dalam kasus Rafael. Tuduhan pertama terkait dengan penerimaan gratifikasi.
Sementara itu, dua dakwaan berkaitan dengan pencucian uang. Ernie Meike Torondek terlibat. Dalam penerimaan gratifikasi, dia disangkakan melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Lalu, pada dakwaan kedua dia disangkakan melanggar Pasal 3 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Terakhir, dia disangkakan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (*Wari)