Mimbarrepublik.com, Jakarta- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan perlu ada evaluasi terkait dengan mahalnya penjualan seragam di sekolah. Terutama evaluasi yang dilakukan oleh Kemeterian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
“Ini harus diambil sikap tegas kalau sekolah yang menjual seragam mahal. Kemendikbud harus evaluasi dengan benar,” kata Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, kepada awak media, Sabtu 29/7/2023.
Ia mengatakan pada ketentuannya wewenang soal pendidikan sekolah paud, SD, dan SMP dikelola oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Sementara untuk pendidikan SLTA, SMK, dan SMA, dikelola provinsi.
Maka seharusnya, menurut Jasra, seragam yang diperjual belikan kepada siswa-siswi di sekolah daerah bisa disamakan dengan harga pasaran. Atau jika perlu, lebih diberikan harga murah kepada siswa-siswinya.
“Andai pun itu dijual, tentu harus sama harganya di pasaran. Bahkan kalau perlu membantu anak-anak kita untuk mungkin lebih murah dari harga tersebut,” katanya kembali.
Selain itu, Jasra juga berharap keterbatasan ekonomi tidak dapat menghambat pendidikan anak, terutama di daerah. Salah satunya, terjadinya pemberhentian seorang anak akibat ekonomi keluarga yang tidak mampu membayar kebutuhan sekolah.
“Jangan sampai dengan keterbatsan ekonomi, seorang anak tidak bisa sekolah. Karena aduan juga banyak terkait orang tua tidak mampu membayar biaya pendidikan, yang pada akhirnya jadi putus sekolah,” kata Jasra.
Tidak hanya itu, ia juga menegaskan penjualan dan pembelian seragam sekolah tidak identik dengan mutu sekolah. Karena jika bicara mutu pendidikan seragam sekolah, hal itu tidak masuk dalam mutu sekolah.
Untuk itu, KPAI akan terus menerima laporan apapun terkait pendidikan agar nantinya bisa ditindaklanjuti. Pihaknya akan terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah pusat dan pemeritah daerah.
“Laporan-laporan ini kita tindaklanjuti dan kita akan berkomunikasi dengan dinas terkait. Agar ada solusi terkait bagaimana memastikan anak jangan terhambat hak atas akses pendidikannya,” ujarnya. (*Nur)