Mimbarrepublik.com, Jakarta– Setiap tahun Commission on the Status of Women (CSW) di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melakukan pertemuan tingkat menteri dan melibatkan masyarakat sipil untuk mempromosikan hak-hak perempuan. Melalui review atas capaian dan tantangan dengan berbagi pengalaman baik dan memahami realitas lebih mendalam, CSW merumuskan kesepakatan mengenai langkah-langkah dan target pencapaian untuk memajukan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.
Luaran dari CSW berbentuk dokumen yang disebut Agreed of Conclusion (AoC) atau kesimpulan yang disepakati sebagai dokumen kebijakan global yang dapat dirujuk oleh semua pihak-pihak – pemerintah, masyarakat sipil, lembaga HAM dan Lembaga donor – dalam mengembangkan program kerja.
Pada tahun ini, pertemuan CSW berlangsung pada 6-17 Maret 2023 di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat. Agenda tahun ini mengangkat tema Inovasi, Perubahan Teknologi serta Pendidikan dalam Era Digital untuk Mencapai Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak Perempuan. Delegasi Indonesia dipimpin Menteri KPPPA, Bintang Puspayoga.
“Mengintegrasikan penghapusan Kekerasan Siber Berbasis Gender (KSBG) utamanya Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE), termasuk upaya pelindungan dan pemulihan korban dalam kebijakan dan implementasinya perlu menjadi prioritas Pemerintah Indonesia dalam forum ini,” ujar Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia Salampessy saat melakukan konsultasi dengan masyarakat sipil pada Senin (6/3/2023). Konsultasi dilakukan Komnas Perempuan guna mendukung kepemimpinan Indonesia dalam pembahasan agenda CSW.
Diwakili oleh 17 organisasi berskala lokal dan nasional yang bergerak di isu perempuan dan/atau keamanan digital, forum konsultasi ini memberikan catatan tertulis pada naskah AoC yang dirumuskan dari konsultasi PBB di regional Asia Pasifik sebelumnya.
Dalam kesempatan yang sama, komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah menjelaskan, “Ada 6 masukan utama bagi Pemerintah Indonesia di forum CSW yang diarahkan untuk memastikan perempuan dan anak perempuan mendapatkan kesempatan terlibat dan menikmati manfaat yang setara dengan laki-laki dan anak laki-laki dalam penggunaan teknologi di era digital.”
Keenam masukan tersebut adalah:
1. upaya menghapus, mencegah dan menangani segala bentuk kekerasan terhadap semua perempuan dan anak perempuan di ruang publik dan pribadi, online dan offline;
2. mengadopsi definisi komprehensif dan menemukenali keragaman kekerasan seksual dan berbasis gender yang difasilitasi teknologi, serta panduan mekanisme internasional, untuk memahami dan melacak pola kerugian dan pelanggaran hak untuk memandu pembuatan kebijakan dan program berbasis bukti;
3. mengembangkan dan merevisi, perundang-undangan dan kebijakan yang selaras dengan HAM internasional serta memperkuat pelaksanaannya dengan melibatkan para penyintas kekerasan, perempuan muda, organisasi perempuan dan interseksinya;
4. memberikan dukungan dan pemulihan bagi para penyintas kekerasan seksual berbasis gender yang difasilitasi teknologi melalui penyediaan alternatif administratif bagi para korban yang mengalami kesulitan dalam mendapatkan akses ke jalur hukum karena hambatan keuangan atau diskriminasi sistemik, dan melalui penyediaan saluran bantuan dan layanan sosial dan hukum;
5. penguatan kapasitas para pihak yang relevan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan untuk mencegah dan menghilangkan kekerasan berbasis gender yang difasilitasi teknologi dan memberikan dukungan dan pemulihan yang berpusat pada korban;
6. memastikan entitas sektor publik dan swasta untuk memprioritaskan pencegahan dan penghapusan kekerasan berbasis gender dan seksual yang difasilitasi teknologi dengan menerapkan pendekatan berbasis hak asasi manusia.