Mimbarrepublik.com, Jakarta- Tak banyak masyarakat yang tahu, terutama generasi muda di Larantuka tentang sosok patung seorang pria menyandang senjata di pundak kanan, sedangkan di tangan kiri nya memapah seorang yang terluka. Patung yang terletak di kawasan Lokea, pusat kota Larantuka itu adalah sosok pejuang tentara pelajar bernama Herman Yoseph Fernandez asal Larantuka, kelahiran Ende, 3 Juni 1941 silam, sedang memapah temannya yang terluka bernama Alex Rumambi. Padahal, anak-anak Larantuka pasti sangat hapal para pahlawan nasional di luar daerahnya. Sedangkan pahlawan asal daerahnya sendiri tidak mereka kenal.
Kenyataan ini menginspirasi Thomas Ataladjar untuk menulis buku biografi Herman Fernandez yang diberi judul, “Herman Yoseph Fernandez, Kusuma Bangsa Pembela Tanah Air, Layak Jadi Pahlawan Nasional.” Mengawali peluncuran buku tersebut, Panitia Penerbitan Buku Herman Yoseph Fernandez mengadakan Seminar dan Bedah Buku yang berlangsung di Gedung Yustinus, Universitas Atma Jaya Jakarta, Sabtu, 8 Juni 2024.
Mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat dan mantan Pangdam IX Udayana Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri yang hadir sebagai pembicara kunci (Keynote Speaker) mengingatkan hadirin akan pesan Presiden Republik Indonesia Soekarno bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Menurut Kiki, sekarang ini terutama anak muda banyak yang tidak mengenal Herman Fernandez, oleh karena itu penulisan dan penerbitan buku ini merupakan salah satu jalan untuk memperkenalkan kembali Herman Fernandez dan nilai-nilai kepahlawanannya.
“Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2009 itu ada enam syarat umum. Dan Pak Fernandez sudah memenuhi syarat. Sedangkan dari tujuh syarat khusus, sudah terpenuhi lima,” Kiki menjelaskan. Oleh karena itu menurutnya, tinggal sedikit lagi untuk memenuhi syarat menjadi Pahlawan Nasional. Ia menambahkan bahwa saat ini momentum yang tepat sebab Presiden terpilih Bapak Prabowo adalah juga seorang patriot dan pejuang. Saya sangat berharap beliau dapat memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Herman Yoseph Fernandez,” tandas Kiki.
Sementara itu, Ketua Panitia Grace Siahaan Njo dalam sambutan pembukanya mengatakan, menghormati pahlawan dimulai dari mengenal pahlawan itu sendiri dari perjuangannya dan nilai-nilai yang dihidupi.
Menurut Grace, patung Herman Fernandez berdiri tegak di jantung kota Larantuka, Flores, kota asal Herman Fernadez sejak tahun 1988. Tapi kalau sekarang kita bertanya kepada anak – anak muda di sana, apa mereka kenal sosok patung itu, pasti banyak yang bilang tidak kenal. Padahal patung tersebut menyimpan kisah hidup dan perjuangan salah satu putra terbaik Flores Timur yang sarat dengan makna patriotisme dan kepahlawanan, tentang cinta tanah air, kesetiakawanan, dan persahabatan yang tulus.
“Melalui buku ini diharapkan dapat memberi nilai-nilai yang menjadi keunggulan Herman Fernadez yang akan menjadi warisan berharga bagi generasi muda bangsa,” ucap Grace Siahaan Njo yang juga ponakan kandung Herman Fernandez ini.
Pada kesempatan yang sama, Thomas B. Ataladjar penulis Buku Biografi Herman Yoseph Fernandez mengatakan bahwa dari puluhan buku yang ditulisnya, yang paling berkesan dan penuh tantangan adalah ketika dirinya ditawari oleh Grace Niahaan Njo salah seorang keponakan kandung Herman Yoseph Fernandez, untuk menuliskan kisah perjuangan heroik seorang Herman Yoseph Fernandez yang juga merupakan sosok pejuang patriot humanis asal NTT.
“Saya ingat sekali apa yang dikatakan (alm.) Letjen TNI (Purn.) Ahmad Kemal Idris kepada saya, sekitar 20 tahun lalu, agar jangan hanya menulis tentang orang Jawa saja, tapi harus bisa menulis kisah tokoh dari NTT. Lalu beliau menyebut nama Herman Yoseph Fernandez. Ketika beliau menyebut nama tersebut, saya kaget, kok beliau tahu soal Herman Yoseph Fernandez. Ternyata dulu beliau mengenal Herman Yoseph saat masih menjadi pejuang di Tentara Pelajar, sejak itulah saya termotivasi untuk menulis buku tentang Herman Yoseph Fernandez. Gayung bersambut ketika Ibu Grace menyampaikan tawaran menulis buku tersebut. Tanpa pikir panjang saya menerimanya,” kenang Thomas.
Lebih lanjut Thomas mengatakan bahwa dalam penulisan buku Biografi Herman Yoseph Fernandez, dirinya bersama team kerja menggunakan Historical Reseach atau riset sejarah yang berupaya merekonstruksi fakta di masa lampau tentang siapa Herman Yoseph Fernandez, apa, kapan, dimana, dan bagaimana secara obyektif, sistematis, dan akurat pada waktu Herman masih hidup. Adapun penulisan buku disajikan dengan gaya jurnalistik ringan, agar mudah di pahami.
“Dengan demikian buku ini tampil dengan gaya popular, agar pesan, informasi dan bahkan sikap patrioti, humanis, yang ada buku ini tentang seorang Herman Yoseph Fernandez dapat dicerna dengan baik, dikenang serta yang terpenting adalah diteladani,” tegas Thomas.
Hal senada juga di sampaikan oleh Laksamana Pertama Dr. Hariyo Poernomo Kepala Dinas Sejarah TNI Angkatan Laut. Dalam paparannya Hariyo mengatakan bahwa sosok Herman Yoseph Fernandez memiliki kemiripan dengan sosok Yos Sudarso. Keduanya sama-sama berani mengorbankan dirinya bagi orang lain, mengorbankan dirinya bagi negara, maupun bangsanya, dan sikap itu sangat langka ditemukan di era sekarang. Oleh karena itu selayaknya negara memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Herman Yoseph Fernandez. Meskipun saat ini ia dimakamkan di Taman Makam Nasional Kusuma Negara, Yogyakarta, namun rasanya sudah semestinya Negara memberikan gelar kepahlawanan Nasional kepada beliau.
Ia melanjutkan, untuk mendapatkan gelar kepahlawanan Nasional bagi seseorang, bukanlah pekerjaan yang mudah, melainkan sesuatu yang harus di perjuangkan dan di upayakan, salah satu syaratnya adalah buku Biografi.
“Namun itu tidak cukup, harus ada kajian mendalam, dukungan dari masyarakat, terutama dari masyarakat NTT. Juga diperlukan keterlibatan generasi muda untuk mensosialisasikan sosok Herman Yoseph Fernandez. Melalui pemanfaatan teknologi medsos yang lebih mudah dipahami oleh generasi saat ini, semoga Herman Yoseph Fernandez segera mendapatkan gelar Pahlawan Nasional, yang tidak hanya menjadi kebanggaan warga NTT, tapi juga kebanggaan seluruh rakyat Indonesia,” tukas Hariyo Poernomo.
Hadir juga dalam kesempatan itu Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum, yang memberikan penegasan bahwa Herman Yoseph Fernandez de facto adalah seorang pahlawan nasional.
“Herman Yoseph Fernandez adalah tokoh yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, pejuang yang gagah berani, yang tidak pernah menyerah pada musuh, bahkan mengorbankan nyawanya bagi sahabat dan bangsa yang dicintainya,” jelas Yapi Taum.
Menurutnya, Herman Yoseph Fernandez saat ini telah mendapat tempat terhormat di makamkan satu lahan di Taman Makam Pahlawan Nasional Kusuma Bangsa Yogyakarta, bersama Jenderal Besar Sudirman dan Letjen. Urip Sumoharjo serta ratusan Pejuang dan Pahlawan Bangsa lainnya. Namanya terukir abadi di sejumlah monumen seperti Monumen Sidobunder, Monumen Tentara Pelajar di Kebumen, Monumen / Prasasti serta makamnya di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara, Yogyakarta, serta Monumen Yogya Kembali (Monjali), Yogyakarta. Nama Herman Yoseph juga tercatat dalam buku sejarah perjuangan bangsa seperti Gelegar di Bagelen dan Tentara Pelajar dalam Perang Kemerdekaan. Akan tetapi secara de Jure beliau belum diakui dan diberi gelar Pahlawan Nasional oleh negara. Fakta ini memprihatinkan tetapi sekaligus memberikan motivasi untuk menggali lebih mendalam tentang kepahlawanan tokoh ini.
“Mengajukannya kepada negara untuk mendapatkan pengakuan formal resmi kenegaraan sebagai salah satu Pahlawan Nasional yang berasal dari Pulau Flores Provinsi Nusa Tenggara Timur, adalah perjuangan yang tidak mudah. Perlu dukungan dan keterlibatan semua pihak termasuk dari kalangan generasi muda, selain itu di forum ini saya juga tegaskan bahwa Kepahlawanan Herman Yoseph Fernandez bisa menjadi keteladanan bagi Kaum Muda ” tandas Yapi Taum yang juga Dekan Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Acara Seminar Bedah Buku ini mendapat perhatian berbagai kalangan mulai dari akademisi dan intelektual, pencinta dan pemerhati sejarah, jurnalis dan penulis serta undangan khusus. Hadir juga Anggota DPR RI, Melki Lakalena, Tokoh pendidikan Dr. Jan Riberu, Tokoh Flores Jakob Riberu dan anggota DPRD DKI Jakarta Simon Lamakadu, serta juga dari kalangan mahasiswa maupun umum yang memenuhi ruangan tempat penyelenggaraan acara tersebut. (Chy)