Mimbarrepublik.com, Jakarta- Komisi Nasional Perempuan meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
Hal tersebut menyusul belum adanya payung hukum khusus untuk melindungi Pekerja Rumah Tangga (PRT).
“Komnas Perempuan sedang mengadvokasi RUU Pelindungan PRT,” kata Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Wanti Mashudi kepada wartawan di Jakarta pada Senin, 19/2/2024
Saat ini terdapat kasus penyekapan seorang PRT wanita asal Nusa Tenggara Timur (NTT) oleh majikannya di Tanjung Duren, Jakarta Barat. Kasus ini diungkap oleh Kepolisian pada 13 Februari 2024.
“Soal kasus ini, itulah kenapa pentingnya ada untuk khusus untuk PRT, karena memang sampai saat ini belum ada undang-undang atau payung hukum yang bisa melindungi PRT,” katanya.
Wanti menambahkan bahwa tidak adanya UU PRT menyebabkan pelaku kejahatan terhadap PRT tidak bisa disangkakan dengan UU Ketenagakerjaan karena UU tersebut hanya bagi pekerja formal.
“Jadi kalau tadi Anda nanya soal UU Ketenagakerjaan ya enggak bisa, karena UU Ketenagakerjaan untuk kerja formal, sementara pekerja rumah tangga itu pekerja informal,” kata Wanti.
Komnas Perempuan telah berupaya mengadvokasi RUU PRT selama 20 tahun, namun hingga kini belum diusahakan oleh DPR.
“Padahal dari pemerintah sudah ada satgas dan dari Presiden sudah ada ‘endorse’ untuk segera mempercepat pengesahannya. Tapi sampai sekarang nih legislatif, DPR belum ada terlihat (mengesahkan),” kata Wanti.
Wanti mengungkapkan Komnas Perempuan mengalami banyak kendala dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan karena tidak adanya UU PRT.
“Jadi saat ini, Komnas Perempuan sedang berusaha untuk mengupayakan supaya segera DPR itu bisa bergerak cepat untuk mengesahkan. Karena kalau ada kasus-kasus seperti ini menjadi sulit,” ujar Wanti.
Menurut Wanti, dengan adanya UU PRT, mekanisme pengaduan atau pelaporan kasus yang dialami PRT ditangani sebaik penanganan kasus pekerja formal.
Menurut dia, saat ini masih banyak kendalanya karena memang belum ada kebijakan yang bisa memastikan kalau terjadi pelanggaran ataupun kekerasan dan sebagainya.
“Mekanisme pengaduan, mekanisme pelaporan dan sebagainya itu bisa ditangani sebaik kasus pekerja formal,” kata Wanti.
Komnas Perempuan mengapresiasi penanganan kasus penyekapan pekerja rumah tangga asal Nusa Tenggara Timur (NTT) di Tanjung Duren, Jakarta Barat, oleh Kepolisian setempat dan Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA) DKI Jakarta.
“Kita mengapresiasi penanganan polisi. Saya juga sudah memperhatikan pemberitaan, kalau PRT itu sudah memiliki ‘lawyer’,” kata Wanti Mashudi.
Selain itu, PPPA DKI Jakarta juga sudah ada konselor dan sebagainya.
“Nah itu adalah langkah-langkah yang kita harus apresiasi,” katanya. (*Kikel)