Mimbarrepublik.com, Jakarta- Usulan calon tunggal Panglima TNI yang oleh Presiden Joko Widodo dinilai kental dengan nuansa politis. Sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak agar tidak ada nepotisme dalam pengisian jabatan panglima.
Sebab, Indonesia saat ini sedang memasuki tahun politik elektoral. Koalisi meminta agar pemilihan panglima TNI didasarkan pada kepentingan rotasi dan regenerasi dalam tubuh TNI, bukan kedekatan personal.
“Kami sinyalir tengah terjadi, yaitu fenomena nepotisme dalam hal pergantian Panglima TNI,” ujar Peneliti Imparsial, lembaga swadaya masyarakat yang fokus dalam isu pengawasan. Hak Asasi Manusia (HAM) Hussein Ahmad kepada awak media di Jakarta, Minggu 5/11/2023.
Seperti diberitakan, Presiden Joko Widodo mengusulkan nama Agus Subiyanto pengganti Laksamana TNI Yudo Margono sebagai Panglima TNI ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Usulan tersebut dikarenakan masa jabatan panglima TNI saat ini akan segera berakhir pada akhir bulan November 2023.
Sementara itu, Kedekatan antara Joko Widodo dan Agus Subiyanto diduga berlangsung sejak Jokowi menjabat sebagai Wali Kota Solo. Sedangkan Agus Subiyanto pernah menjadi sebagai Dandim Surakarta ketika Jokowi menjabat.
Hal itu juga di respon oleh Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani, kepada wartawan, ia mengatakan penunjukan panglima TNI bisa diduga menyangkut kepentingan Presiden Joko Widodo terkait pemilihan presiden. Gibran Rakabuming Raka, putera Presiden Jokowi menjadi calon Wakil Presiden mendampingi Prabowo Subianto.
Senada dengan Julius, M Isnur Ketua YLBHI juga mengungkapkan bahwa Kendati presiden Jokowi sudah tidak akan mencalonkan diri sebagai presiden, namun dalam kontestasi mendatang ada anak kandung Jokowi, Gibran.
” Ini yang menjadi perhatian publik bahwa pengangkatan Panglima TNI ada keterkaitan dengan keikusertaan Gibran dalam kontestasi pilpres mendatang.”tukas M. Isnur.
Sedangkan menurut Peneliti Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Dimas Bagus Arya menjelaskan bahwa TNI harus menyadari perannya sebagai alat negara untuk pertahanan sebagaimana disebutkan Pasal 5 UU No. 34 tahun 2004. Larangan terlibat dalam politik praktis secara tegas disebutkan dalam Pasal 39 UU No.34 Tahun.
Oleh karena itu, sambung Dimas, keterlibatan TNI dalam aktivitas politik atau yang berkaitan dengan itu jelas dilarang dan sebaiknya dihindari.
“Meskipun pergantian panglima TNI hak prerogatif presiden penting otoritas tersebut dijalankan secara bijak dan akuntabel. Pergantian panglima TNI bukan hanya pergantian sosok pimpinan, tapi mempengaruhi baik-buruknya dinamika dan wajah TNI,” terangnya.
Sementara itu, Yansen Dinata dari Public Virtue Research Institute menambahkan bahwa proses pergantian Panglima TNI perlu menekankan pada kapasitas dan kapabilitas dalam memimpin TNI. Presiden, perlu mencermati secara seksama rekam jejak, prestasi, kompetensi dan integritas calon-calon yang ada, termasuk bebas dari dugaan korupsi, pelanggaran hukum dan kasus HAM.
“Presiden dapat meminta masukan dari berbagai pihak seperti Komnas Perempuan, Komnas HAM, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), akademisi, masyarakat sipil dan lainnya untuk menilai kualitas calon panglima TNI yang ada.”tandasnya. (*Nur)