Mimbarrepublik.com, Jakarta- Jaksa Agung ST Burhanuddin mengemukakan bahwa koruptor seyogianya harus mengganti kerugian negara yang timbul akibat perbuatannya melakukan korupsi. Maka, Burhanuddin menuturkan jika menjebloskan ke penjara saja tak cukup. Lebih dari itu, para oknum koruptor ini harus mengembalikan kerugian negara.
“Yang perlu menjadi perhatian, paradigma penegakan hukum pemberantasan korupsi selama ini masih terjebak dengan bagaimana memasukan pelaku ke penjara, padahal dengan memasukan pelaku ke penjara saja belum cukup mengubah kondisi Indonesia agar bebas dari korupsi,” ucap Burhannudin kepada pers di Gedung Bunder Kejakgung, Selasa, 29/8/2023.
Apalagi, Burhanuddin menilai perkembangan modus operandi tindak pidana korupsi semakin berkembang dan memberikan dampak kerugian yang semakin besar terhadap keuangan negara. Hal itu membuat adanya perubahan dari cara kejaksaan dalam penanganan dan pemberantasannya.
Menurutnya, kejaksaan saat ini harusnya juga fokus pada aspek munculnya kerugian perekonomian negara yang memiliki dampak masif terhadap kerugian negara itu sendiri.
Burhanuddin mencontohkan kinerja kejaksaan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi hingga periode 2023. Tercatat bahwa kejaksaan telah melakukan penyidikan sebanyak 2.117 perkara, penuntutan sebanyak 3.923 perkara, dan eksekusi sebanyak 3.397 perkara dengan total kerugian negara senilai Rp152,2 triliun dan US$61,9 juta.
Penindakan yang dilakukan kejaksaan juga tidak hanya difokuskan pada follow the suspect dengan mengejar, mencari, dan memenjarakan pelakunya saja. Melainkan dilakukan menggunakan pendekatan follow the money.
Tujuan pengembalian kerugian keuangan negara dan pendekatan follow the asset untuk merampas aset-aset yang berasal dari tindak pidana korupsi itu sendiri.
Burhanuddin juga menegaskan bahwa dalam sistem peradilan pidana Indonesia, posisi kejaksaan sangat sentral. Pasalnya, jaksa berwenang mengendalikan perkara pidana dari tahap penyelidikan hingga eksekusi.
“Sebagai satu kesatuan proses penuntutan, Pasal 139 KUHAP juga mengatur jaksa memiliki kewenangan untuk mempertimbangkan suatu perkara tersebut dapat dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan atau tidak. Oleh karena itu, jaksa memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan proses penegakan hukum itu sendiri,” paparnya.
Burhanuddin menyebut kewenangan kejaksaan berdasarkan pada asas single prosecution system, dominus litis, oportunitas, dan independensi penuntutan. Tak cuma itu, kejaksaan menjadi satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar) atau biasa disebut eksekutor. (*Nur)