Mimbarrepublik.com, Jakarta- Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera memetakan kembali penempatan perwira TNI aktif di sejumlah jabatan sipil.
Menurutnya, jika ada penempatan yang tidak relevan atau mengada-ada, tentu harus ditindaklanjuti sesuai degnan ketentuan.
“Untuk yang tidak sesuai, petakan lagi mana yang relevan dengan tugas dan fungsi TNI, mana yang tidak. Cermati juga apakah nomenklatur jabatan itu memiliki urgensi atau hanya diada-adakan,” ujar Khairul kepada wartawan, Kamis, 3 Agustus 2023 di Jakarta.
Khairul mengatakan ada dua opsi sebagai kebijakan transisi. Pertama, perwira TNI yang menduduki jabatan sipil harus diberhentikan atau mengundurkan diri dari status sebagai prajurit sehingga bisa dialihkan sepenuhnya menjadi ASN.
“Jika tidak mau dan memilih tetap berstatus prajurit atau pengunduran diri ditolak, ya mereka harus dikembalikan atau ditarik ke lingkungan TNI,” terangnya.
Khairul menegaskan tugas dan fungsi TNI itu semestinya juga memerlukan batasan dan demarkasi yang jelas dengan fungsi sektor-sektor pemerintahan lainnya.
Tidak hanya TNI, evaluasi juga harus dilakukan pada penempatan personel Polri di sejumlah kementerian/lembaga yang urusan dan kewenangannya tidak relevan, tidak berkaitan/beririsan dengan tugas dan fungsi Polri. Bahkan Khairul berpendapat bahwa evaluasi terhadap penempatan personel Polri ini sangat mendesak dilakukan.
Memang, sambung Khairul, Polri sudah dianggap sebagai bagian dari perangkat sipil, namun dalam UU Polri tidak ada pengaturan yang jelas soal personel Polri yang ditempatkan di kementerian/lembaga lain.
“Apakah hal yang tepat dan bijak jika karena itu kemudian penempatan mereka menjadi lebih mudah dan longgar?,” tuturnya.
“Padahal jika tidak ada aturan yang membatasi dan mengendalikan, bukan tidak mungkin penempatan yang tidak terkendali, justru berekses pada pembinaan karir pegawai di lingkungan kementerian/lembaga yang dimasuki,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan akan mengevaluasi penempatan perwira TNI di jabatan sipil. Hal itu dilakukan menyusul dugaan kasus rasuah yang menjerat Kepala Basarnas henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi Kabasarnas Arif Budi Cahyanto yang merupakan perwira aktif TNI. (*Nur)