Mimbarrepublik.com, Jakarta- Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo mengatakan dunia usaha atau industri berperan sebagai pendorong, pengembang, pengguna, serta memasarkan hasil riset dan inovasi teknologi di suatu negara. Dengan demikian, memajukan dunia usaha harus menjadi kepentingan dan tanggung jawab bersama segenap bangsa Indonesia.
“Pengusaha sebagai bagian dari masyarakat harus ambil tanggung jawab atas kemajuan teknologi bangsa ini. Untuk itu, Pengusaha Indonesia sudah seharusnya tidak sekedar menjadi “benefit seekers” tetapi juga memiliki tanggung jawab atas kepentingan nasional sebagai wujud dari kewajiban konstitusional “bela negara” atas bangsa dan negaranya,” kata Pontjo Sutowo, dalam acara HUT ke-14 Aliansi Kebangsaan, di Hotel Sultan Jakarta, Selasa (29/10/2024) kemaren lusa.
Menurutnya, selain problem ekosistem inovasi nasional, isu strategis yang juga harus mendapat perhatian adalah isu daya beli nasional (domestic purchasing power), baik itu daya beli masyarakat maupun daya beli pemerintah (government expenditure) yang merupakan kekuatan pendorong (driving force) bagi pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan.
“Sudah seharusnya daya beli nasional dikelola secara bijak untuk kepentingan nasional termasuk kepentingan penguatan inovasi dan iptek. Dalam pengelolaan daya beli nasional, kita juga masih menghadapi berbagai persoalan dan hambatan. Baik yang menyangkut kultur, hambatan birokrasi, kebijakan, regulasi, dan lainnya,” ujarnya.
Sementara itu, Dr Kristiya Kartika yang hadir di acara ini, juga menyampaikan sambutannya, dalam sambutannya, ia mengatakan bahwa pada tahun 1970-an hingga 1980-an, dunia didominasi oleh pemikiran strategis global terkait energi. Pada masa itu, meskipun energi banyak dibutuhkan untuk industri seperti kelistrikan, penggunaannya juga banyak dimanfaatkan untuk kepentingan industri persenjataan. Periode ini ditandai oleh konsep bahwa energi dunia diperlukan untuk membangun ekonomi sekaligus politik. Gambarannya adalah energi lebih banyak digunakan untuk kepentingan politik daripada ekonomi.
“ Namun Pada tahun 1994, sepulang saya dari Amerika setelah menghadiri beberapa pertemuan dengan berbagai pihak, mulai dari Administrasi Presiden Clinton, anggota Kongres, Gubernur, kalangan perguruan tinggi hingga industri dan pengusaha, sebagian besar mengakui bahwa pada era 1990-an, ekonomi dunia menjadi persoalan strategis global yang harus diperhatikan.”ucap Dr Kristiya Kartika.
Lebih lanjut Dr Kristiya Kartika mengungkapkan Peran energi dunia saat itu lebih dibutuhkan untuk kepentingan ekonomi daripada politik, oleh karena itu, dirinya berani mengatakan bahwa tesis “knowledge based economy” (ekonomi berbasis pengetahuan) saat itu semakin menjadi keyakinan untuk mengelola kepentingan dan kehidupan manusia di seluruh dunia dengan mengoptimalkan fungsi dan peran energi.
Misalnya Peran energi untuk membangun kelistrikan menjadi tesis strategis untuk kepentingan masyarakat dunia. Salah satu manfaat strategis energi bagi kelistrikan adalah merangsang munculnya banyak industri rumahan di pedesaan. Semakin besar daya listrik tersedia, semakin besar pula peluang untuk meningkatkan pembangunan industri, dengan konsekuensi logis semakin banyaknya lapangan kerja bagi masyarakat. Pemikiran inilah yang harus kita kaji secara mendalam hingga realisasinya.
“Kita memiliki kekayaan alam yang merupakan salah satu bentuk awal (hulu) kebutuhan energi yang bisa mengelola kekayaan alam lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dengan energi, kita bisa memproduksi berbagai kebutuhan manusia yang menguntungkan setelah diolah. Dengan langkah strategis tersebut, kita sebagai bangsa dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang mungkin sebelumnya lebih didominasi oleh produk-produk impor.”tukasnya.
Jika hal ini, lanjutnya, sudah menjadi komitmen nasional yang realisasinya dituangkan sebagai program resmi negara, aspek pendidikan akan menjadi kebutuhan mendasar untuk lahirnya tenaga-tenaga putra bangsa yang mampu mengelola kekayaan alam menjadi produk-produk hilir yang siap dipasarkan ke dunia internasional.
Dengan demikian, tidak lagi mendengar tudingan dari negara lain bahwa masyarakat Indonesia hanya menjadi “captive market” bagi produk-produk mereka. Sebaliknya, masyarakat Indonesia akan menjadi “captive market” bagi produk-produk dalam negerinya,
Untuk itu, Ada tiga komponen strategis yang harus diselaraskan, bahkan disamakan alur berpikir dan langkah realisasinya, yang berlandaskan pada “knowledge based economy”: kalangan perguruan tinggi dan lembaga-lembaga ilmuwan/intelektual independen; kalangan pengusaha yang berperan penting dalam implementasi di dunia nyata, yang menyelaraskan kepentingan kalangan industri, pasar, lembaga keuangan, dan lainnya;
Serta pihak pemerintah yang menetapkan berbagai kebijakan untuk menjadikan masyarakat Indonesia mampu mengubah kekayaan alam menjadi produk-produk jadi dan mengekspor produk-produk tersebut ke dunia, sehingga masyarakat Indonesia menjadi “captive market” bagi produk-produk nasionalnya sendiri.
“ Saya sangat menghargai dan mendukung konsep pembangunan bangsa yang diusung oleh Aliansi Kebangsaan, yang hari ini memperingati ulang tahun ke-14. Dalam berbagai aktivitasnya, terlihat jelas bahwa Aliansi Kebangsaan memiliki rasa cinta kepada bangsa ini dan bertanggung jawab terhadap masa depan Indonesia.”Tandasnya
Yang pada Langkah pemikiran sehari-harinya, sambung Dr Kristiya Kartika, sangat serasi dengan konsep “knowledge based economy”, tidak eksklusif, dan menjadikan semangat cinta bangsa sebagai perekat antar aktivisnya.
Selain itu, dirinya juga berharap agar Aliansi Kebangsaan ke depannya semakin tegas dalam melangkah membangun bangsa Indonesia dengan tesis-tesis berpikir yang patriotik, nasionalistik, maju, serta kritis-kreatif, sembari menyiapkan generasi penerus bangsa untuk mencapai “Indonesia Emas”
Nampak hadir di acara ini, yang juga berbicara antara lain Prof. Bambang Brojonegoro, P.hd. , Aburizal Bakri, Menteri Agama, Ketua Kadin Anindya N. Bakrie, Ponco Soetowo. (*Rigel)