Mimbarrepublik.com, Jakarta- Rekonsiliasi Nasional adalah sebuah Upaya besar untuk membangun peradaban bangsa agar dapat membuktikan mampu bangkit dari kesalahan masa lalu, karena kalau tidak melalui rekonsiliasi nasional apakah ada alternatif lain untuk mengubah dendam dan berdamai dengan masa lalu serta membangun masa depan yang lebih baik bagi generasi anak cucu yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia? Demikian disampaikan Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo Dubes LBBP Untuk Republik Philipina, saat menjadi narasumber secara during di Talkshow bertajuk “Dari Silahturahmi ke Rekonsiliasi, Mungkinkah? Diselenggarakan Forum Silahturahmi Anak Bangsa (FSAB) bekerjasama dengan RRI Pro 3, Rabu, 14 Juni 2023, yang merupakan acara pembuka dari kegiatan Puncak Peringatan HUT FSAB ke 20 diselenggarakan di Gedung LPP RRI, Jl. Medan Merdeka Barat no.4-5, Jakarta Pusat.
“Rekonsiliasi memang tidak dapat dipaksakan tetapi merupakan sebuah proses yang diawali dengan instropeksi.”ucap Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo yang juga penasehat FSAB ini.
Karena, lanjut Agus Widjojo, rekonsiliasi pada hakekatnya bukan hanya didasarkan pada pengakuan bersalah pelaku dan perlakuan rehabilitasi bagi para korban. Rekonsiliasi didasarkan pada martabat manusia dengan membangun perdamaian, menghilangkan rasa dendam. Selama 20 tahun, FSAB berupaya mempersatukan anak bangsa, karena masih ada kultur di mana orang-orang berkelompok berdasarkan konflik masa lalu.
“Tentunya banyak hal yang dilakukan FSAB dan itu bisa memberi pencerahan bagi pemerintah untuk menyelesaikan konflik masa lalu, serta untuk menwujudkan Rekonsiliasi Nasional.”tandas Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo.
Hal senada juga dikatakan Edna C. Patiasina wartawan Kompas, yang juga sebagai narasumber di acara talkshow tersebut, ia mengatakan bahwa bahwa proses rekonsiliasi butuh waktu, tidak bisa instan.
Konflik masa lalu perlu diselesaikan dengan dialog para pihak dan silaturahmi para pihak penting ketimbang sekadar keputusan politik.
keputusan pemerintah menyelesaikan konflik masa lalu itu niat baik, namun diperlukan dialog yang melibatkan semua pihak. Dan situasi sekarang bisa tidak mudah jika elite politik sering menggunakan konflik untuk kepentingan sesaat.
“20 tahun perjalanan FSAB memang tidak sempurna, tetapi usaha untuk “nongkrong bersama” bisa melegakan, karena rekonsiliasi membutuhkan proses yang lebih riil dan sangat penting adanya ruang dialog, dan tentunya kehadiran negara sangat strategis untuk mewujudkan Rekonsiliasi Nasional.”tandas Edna C. Patiasina yang juga sebagai Co-Founder Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS).
Sedangkan menurut Suryo Susilo Ketua FSAB, bahwa apa yang dilakukan oleh FSAB selama 20 tahun juga berdampak dengan menyebarnya “virus” perdamaian ke masing-masing kelompok yang terkait konflik masa lalu. Selama kurun waktu dua dasawarsa perjalanannya, FSAB senantiasa menyebarkan semangat perdamaian dan pencegahan konflik, namun sayangnya apa yang dilakukan FSAB tidak mendapat tanggapan dari Pemerintah, dan FSAB juga tidak diajak Pemerintah untuk turut serta membicarakan upaya penyelesaian pelanggaran HAM yang berat di masa lalu.
Padahal, lanjut Suryo, FSAB telah melakukan “ice breaking”, dengan para pihak yang berasal dari kelompok yang berseberangan dan mencairkan hubungan, yang kemudian dapat berkolaborasi untuk membangun kebersamaan, menjalin silahturahmi secara massif, Dengan terwujudnya hubungan yang baik antara para pihak diharapkan akan memudahkan langkah selanjutnya oleh Pemerintah untuk mewujudkan rekonsiliasi.
“Oleh karena itu, kami sangat berharap pemerintah dapat segera merealisasikan apa yang sudah dijanjikan untuk melakukan penyelesaian konflik di masa lalu, dengan kehadiran Undang-Undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi” tukas Suryo Susilo
Sementara itu, usai pelaksanaan acara talkshow tersebut, dilanjutkan dengan acara seremonial peringatan HUT FSAB ke 20 yang di pandu oleh pembawa acara, diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, kemudian penyampaian sambutan diantaranya disampaikan oleh Bambang Soesatyo Ketua MPR RI, yang menyempatkan waktu untuk hadir dalam kegiatan ini.
Dalam sambutannya, ia mengatakan sangat mengapresiasi dengan perjalanan FSAB selama 20 tahun ini yang tetap konsisten untuk tidak mewariskan memory konflik di masa lalu kepada generasi sekarang,
Hal ini nampak dari wajah optimisme para generasi muda yang tergabung di dalam FSAB dan wajah-wajah penuh kedamaian untuk menyongsong masa depan tanpa warisan konflik yang terjadi di masa lalu, dan berjuang bersama-sama untuk mencegah munculnya konflik baru.
“Saya sangat mengapresiasi peran dari anak-anak muda, dan mereka ini menjadi kekuatan modal untuk tercapainya kemajuan negara, kita tidak ingin seperti Brazil yang gagal memanfaatkan bonus demografi , sehingga negaranya tidak mengalami kemajuan, kita mesti memanfaatkan bonus demografi ini untuk membangun negara kita tercinta ini, dirgahayu FSAB ke 20 semoga sukses selalu.”ucap Bamsoet.
Di acara ini, selain dilaksanakan prosesi pemotongan tumpeng oleh Ketua FSAB Suryo Susilo, juga diadakan peluncuran penerbitan Buku The Children Of War Jilid II, diterbitkan oleh Penerbit Kompas, adapun buku dengan kata pengantar Yudi Latif ini diantaranya berisikan mengenai sejauhmana gerak langkah FSAB selama kurun waktu dua puluh tahun dan juga mengungkap pernyataan dari penasehat maupun anggota FSAB dan juga anggota FSAB Muda.
Di acara tersebut, juga dilakukan penyerahan buku secara simbolis oleh Suryo Susilo Ketua FSAB kepada Bambang Soesatyo Ketua MPR RI, Sidarto Danusubroto anggota Wantimpres, Paulus Tri Agung Kristanto Wakil Pemimpin Redaksi Kompas, serta Direktur Program dan Produksi LPP RRI: Mistam.
Rangkaian acara Peringatan HUT FSAB ke 20 ini yang dipimpin oleh Mayang Panggabean(cucu Pahlawan Revolusi D.I. Pandjaitan), sebagai Ketua Panitia yang berkolaborasi dengan sesama anggota FSAB Muda maupun berbagai pihak yang mendukung acara ini, telah berlangsung dengan khimat, meriah dan dalam suasana kekeluargaan,
Serta juga sebagai ajang memperkenalkan FSAB Muda yang merupakan generasi penerus FSAB, beranggotakan anak-anak muda generasi milenial dan generasi “Z” yang dimotori oleh generasi ketiga atau cucu dari para tokoh yang terlibat konflik di masa lalu, antara lain: Anne Irna Syatila (cucu Tokoh DI/TII S.M. Kartosuwirjo), Aji Baskoro dan Bimo (cucu Tokoh PKI Njoto)
Selain dihadiri oleh Bambang Soesatyo Ketua MPR RI, juga nampak dihadiri oleh Sidarto Danusubroto anggota Wantimpres, Paulus Tri Agung Kristanto Wakil Pemimpin Redaksi Kompas, Direktur Program dan Produksi LPP RRI: Mistam, Dubes Amelia Yani, Dubes Nurrachman, Nina Pane, Yoesoef Faisal serta penasehat, pengurus, anggota FSAB maupun tamu undangan yang memenuhi ruangan kegiatan tersebut, acara ditutup dengan bersama-sama menyanyikan lagu Padamu Negeri.
Saat ditemui wartawan, usai acara tersebut, Mayang Ketua Panitia HUT Ke 20 FSAB mengatakan bahwa FSAB Muda telah siap meneruskan tongkat estafet dari para orang tua yang telah mendirikan FSAB, yang mau bersatu dan berdamai dengan masa lalu, sebetulnya banyak kalangan generasi muda yang ingin agar terwujud perdamaian dan persatuan di Indonesia,
Karena itu untuk menyelesaikan konflik masa lalu serta menciptakan kedamaian di masa kini maupun di masa mendatang, perlu terciptanya rekonsiliasi nasional yang tentunya secara fundamental harus diatur dalam konstitusi negara.
“Rekonsiliasi merupakan kebutuhan bukan hanya untuk menyelesaikan konflik di masa lalu melainkan juga untuk terciptanya kedamaian di masa kini dan masa mendatang, pastinya kami juga berharap agar negara dapat berperan optimal dalam mewujudkan rekonsiliasi nasional.” pungkas Mayang. (*Red)