Mimbarrepublik.com, Mataram – Kurang dari dua bulan menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTB, Nanang Ibrahim, menunjukkan keseriusan melakukan bersih-bersih di korps yang dipimpinnya. Janji untuk menjalankan hukum tidak akan “tumpul ke dalam, tajam ke luar” mulai dibuktikan.
Hal tersebut dibuktikan tatkala Kejaksaan Tinggi NTB melakukan penahanan resmi atas oknum jaksa berinisial EP, pada Senin, 20 Maret 2023 lalu. Diduga EP menyalahgunakan kewenangan sejak tahun 2020-2021 dengan memberikan janji kepada korbannya agar bisa lolos seleksi calon aparatur sipil negara (CASN) di lingkungan Kemenkumham. Syaratnya dengan menyetorkan sejumlah uang.
Atas aksi EP tersebut, tercatat sembilan orang menjadi korban dengan total kerugian ditaksir mencapai Rp760 juta.
“Korbannya dari berbagai daerah, seperti Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur dan Dompu,” ungkap Nanang kepada wartawan di media center Kejati NTB, 20/3/2023.
Nanang menambahkan, tersangka EP dijerat dengan Pasal 11 Undang-Undang nomor 20 tahun 2021 dan Pasal 12 e Undang-Undang nomor 20 tahun 2021.
Status tersangka EP tertuang dalam surat pemberitahuan penyidikan perkara Tipikor dari Kajati NTB sebelumnya, Sungarpin, kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Nomor: B-183/N.2/Fd.1/01/2023, tertanggal 18 Januari 2023.
Kasus ini sudah masuk di tahap penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi P NTB Nomor: Print-03/N.2/Fd.1/03/2022, tanggal 28 Maret 2022.
Perbuatan tak terpuji EP terungkap dari laporan masyarakat yang menjadi korban penipuan. Kepada para korban, EP menyatakan bisa meluluskan CASN agar diterima di Kemenkumham perwakilan NTB apabila korban menyerahkan uang Rp100 juta.
Kasus ini terungkap karena laporan masyarakat yang menjadi korban penipuan. EP menjanjikan korban lulus dalam tes Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Perwakilan NTB. Dia menjanjikan hal tersebut apabila korban menyerahkan uang Rp100 juta.
Merasa yakin dengan janji EP, korban kemudian menyerahkan uang sebanyak Rp100 juta. Penyerahan tersebut melalui dua tahap. Pertama, Rp40 juta dan kedua Rp60 juta. Penyerahan uang kepada EP itu pun dengan adanya bukti kuitansi bermaterai Rp6.000. Penyerahan uang itu dilakukan dengan bukti kuitansi bermaterai. Korban juga melampirkan dokumentasi foto saat penyerahan uang kepada EP di salah satu rumah dinas yang ada di lingkungan Kejaksaan Tinggi NTB.
Karena EP tidak kunjung menepati janji, para korban yang merasa dirugikan membawa kasus ini ke proses hukum.
Lebih lanjut, Nanang yang pernah menjabat wakil Kajati Sumatera Selatan itu menyatakan hukum bukan hanya tajam ke luar, tapi juga harus tajam ke dalam.
“Dalam menjalankan hukum bukan tumpul ke dalam, tajam ke luar. Tapi tajam ke dalam dan tajam ke luar,” tegasnya. (*Nwn)