Mimbarrepublik.com, Jakarta- Hari ini merupakan peringatan HUT Kota Jakarta yang telah berdiri sejak tahun 1527 silam. Tahun ini, Pemprov DKI Jakarta mengusung tema HUT ke-496 DKI Jakarta yakni “Jadi Karya untuk Nusantara”. Tema ini diambil sebagai amplifikasi slogan “Sukses Jakarta untuk Indonesia”, Tema ini memiliki makna akan kesiapan Jakarta untuk mengoptimalisasi seluruh sumber daya demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat, serta pemantik kemajuan bagi daerah lain di Indonesia.
Namun demikian yang tidak boleh dilupakan dan terlupakan bahwa dengan diterapkan UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang ibu kota negara maka kedudukan peran dan fungsi Jakarta sebagai ibu kota negara akan segera beralih ke IKN, Jakarta bukan lagi sebagai ibukota dan tentunya hal ini berdampak pada bagaimana nasib Jakarta selanjutnya, dan bagaimana nasib orang Betawi sebagai tuan rumah Jakarta selanjutnya, demikian dikatakan H. Lukman Rais, SH, Ketua Himpunan Warga Betawi Petamburan ( HIBATA) kepada awak media, Kamis, 22 Juni 2023 di Jakarta.
“Ini menyangkut nasib kita semua sebagai masyarakat Betawi ke depan dan masyarakat Jakarta umumnya, tentunya ketika Jakarta tidak menjadi Ibukota, mesti lebih baik, dan lebih sejahtera, tidak lantas membuat Jakarta menjadi redup donk.”ucap H Lukman Rais, SH.
Tapi, lanjut H. Lukman Rais, Jakarta bakal menjadi kota yang mesti bersaing dengan kota-kota lain bukan hanya tingkat Nasional maupun Regional, melainkan di Kawasan International, Jakarta nanti menjadi daerah khusus ekonomi berskala global dengan mengundang lebih banyak banyak investor, nah tentunya kondisi tersebut sangat menguntungkan warga Jakarta,
Namun juga harus diantisipasi atau bahkan diwaspadai agar kehadiran para investor, pengusaha maupun pembisnis yang datang dari daerah lain ataupun datang dari manca negara tersebut, agar tidak menggerus unsur kebudayaan asli kota Jakarta, terutama budaya Betawi dan nilai sejarah Jakarta.
“Karena itu diperlukan langkah antisipasi donk, bukan hanya melalui upaya perlindungan hukum terhadap pelestarian kebudayaan Betawi, melainkan juga perlu adanya perubahan paradigma dari warga Jakarta, khususnya masyarakat Betawi, bahwa Etnis Betawi bersama etnis lain yang tumbuh berkembang di Jakarta, mesti menjadi tuan di negeri sendiri, bukan sebagai peniru atau pengekor budaya bangsa lain.”tukas H Lukman.
Menurut Lukman, Masyarakat Betawi sedari awal proses pembentukannya punya kecenderungan untuk bersifat ekletis dan terbuka dalam menyerap unsur-unsur kebudayaan lain di luar dirinya. Tak sedikit interaksi dialektisnya dengan nilai-nilai baik kebudayaan lain diinternalisasi sedemikian rupa kedalam diri masyarakat betawi, yang kemudian mewujud secara aktual dalam banyak aspek prilaku maupun karya fisik dan non-fisik dari masyarakat Betawi.
“Nah, terlepas nantinya Jakarta tetap sebagai Ibukota maupun tidak, perda Pelestarian Kebudayaan Betawi harus tetap berjalan, karena sejak kelahirannya tujuh tahun lalu Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta No.4 Tahun 2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi. memiliki tujuan penting dan strategis bagi masa depan masyarakat Betawi di Jakarta, ya, harus semakin menjadikan budaya Betawi sebagai Ikon Jakarta sebagai kota Global maupun sebagai Smart City.”tandas H. Lukman.
Karena itu, sambung H Lukman Rais, dirinya sangat berharap di momentum HUT Jakarta ke 496 ini, terhadap Majelis Kaum Betawi yang sudah lahir dan terbentuk beberapa waktu lalu tersebut, dapat menemukan solusi terbaik pasca-Jakarta bukan lagi sebagai ibu kota, terhadap keberadaan kaum Betawi beserta akar kebudayaannya, melalui suatu rumusan ideal, tidak untuk waktu singkat tapi untuk waktu yang panjang dan dapat dirasakan bahkan dilanjutkan oleh generasi selanjut dari kaum Betawi.
Untuk itu, ia mempercayakan nasib orang Betawi kepada Dr. Marulah Matali ketua Wali Amanah Majelis Kaum Betawi beserta jajaran pengurusnya, guna mereformasi nasib masyarakat Betawi baik ekonomi, politik maupun sektor lainnya, seiring dengan keberadaan status Jakarta yang bukan lagi sebagai Ibu kota Negara.
“Jakarta dan Betawi, ibarat dua sisi mata uang yang tidak boleh dipisahkan, mengingat perkembangan Jakarta harus disertai dengan peningkatan taraf hidup masyarakat Betawi, Betawi harus berani membangun paradigma baru, jangan terjebak pada pola pikir paradigma lama, karena itu HIBATA siap tinggalkan paradigma lama sambut Jakarta Sebagai Kota Global & Smart City, serta menyambut Jakarta yang bakal bukan lagi sebagai Ibukota Negara. “pungkas H. Lukman Rais, SH. (*Kikel)