Mimbarrepublik.com, Jakarta- Penampilan Gibran Rakabuming Raka pada debat cawapres kedua, Minggu, 21/1/2024 pekan lalu, masih menjadi perbincangan hangat di kalangan Masyarakat, bahkan tidak sedikit dari respon masyarakat menyampaikan sentiment negative terhadap penampilan putra sulung Presiden Jokowi tersebut, hal itu juga mendapatkan tanggapan dari Dr Kristiya Kartika seorang pengamat Sosial-Politik, kepada wartawan yang menghubunginya, Jum’at, 26/1/2024 di Jakarta.
Ia mengatakan memang lebih baik dan bijaksana, kalau Mas Gibran nggak jadi mencalonkan diri sebagai Cawapres. Dengan alasan banyak hal yang kalau diurai lebih detil kasihan Presiden Jokowi. Mulai performance pribadinya yang jauh dari sikap matang sampai langkahnya yg melawan Hukum, Kalau pengunduran diri bisa mempersulit agenda pelaksanaan Pemilu dan Pilpres,
“Ya sudah Pemilu dan Pilpres ditunda saja paling lama 6 bulan mendatang, dan untuk itu perlu dikeluarkan Dekrit Presiden sebagai dasar hukumnya. Ya semua tergantung pada Presiden.” Ungkap Dr Kristiya Kartika yang juga mantan Ketua Presidium GMNI Pusat di era Orde Baru.
Selain alasan itu, lanjut Dr. Kristiya Kartika, ada alasan lain yang saat ini menuai polemik dari Masyarakat, yakni Pernyataan Presiden Joko Widodo soal pejabat pemerintah boleh berkampanye dan memihak di pemilihan presiden, kalangan masyarakat tersebut menilai pernyataan tersebut bagian dari ingkar janji hingga penyalahgunaan kekuasaan, serta keberpihakan presiden dan menteri justru melanggar etika dan hukum.
Anggapan regulasi membolehkan presiden dan menteri berpihak itu salah,
Mungkin Jokowi mengacu ke Pasal 282 UU Pemilu No.7 Tahun 2017, tapi sebenarnya di Undang-Undang Pemilu tersebut juga ada Pasal 280, Pasal 304, sampai 307, justru membatasi dukungan dari seorang presiden dan pejabat-pejabat negara lainnya untuk mendukung atau membuat kebijakan-kebijakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon. Dalam konteks jabatan presiden, prinsip dan etika penyelenggara negara harus diperhatikan. Seorang pejabat negara tidak mungkin melepaskan diri dari fasilitas negara yang melekat kepada mereka.
“ Mana bisa seorang presiden apalagi seorang menteri dan pejabat negara lainnya ketika dia tidak menjabat atau cuti, maka dia tidak pakai fasilitas negara seperti sekretaris, ajudan, sopir, mobil, hingga pesawat terbang dan lain2nya yg sesungguhnya semua itu merupakan fasilitas negara yang sulit dilepaskan dari para pejabat negara, atau Presiden. Sekarang aja mereka membagi-bagi sembako bansos, dengan memanipulasi bahwa sembako itu dari Presiden Jokowi, padahal sembako itu duit dari APBN yang hakekatnya adalah uang rakyat.”tukas Dr Krsitiya Kartika.
Menurut Dr Kristiya Kartika, jika mencermati perkembangan tahapan pelaksanaan menuju pilpres 2024, maka nampak adanya sinyalemen bahwa Presiden telah ingkar janji, akibatnya proses pelaksanaan Pilpres 2024 menjadi tidak fair.
Pernyataan Jokowi soal presiden boleh berkampanye dan memihak, bisa dimaknai sebagai upaya untuk pemanfaatan sumber kekuasaan untuk memenangkan pasalon tertentu, kemudian kondisi ini bisa berimplikasi memicu terjadinya konflik bukan hanya di tingkat elit melainkan juga bisa menjalar ke tingkat grass root, terutama di kalangan para pendukung, para pengagum dan juga calon konstituen dari masing-masing pasalon.
Akibatnya pilpres tidak bisa berlangsung secara demokratis, fairplay, jurdil dan bermartabat, Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya konflik yang mengancam keutuhan persatuan, kesatuan bangsa serta juga keutuhan kedaulatan Rakyat,
“Karena ternyata Gibran ini malah jadi beban bagi Jokowi. Sebenarnya kasihan jokowi ini, dan juga beban negara, kalau dipaksakan untuk menang maka harga diri bangsa Indonesia ini akan dipandang sebelah mata oleh masyarakat International, maka demi keutuhan persatuan dan kedaulatan rakyat di Pilpres 2024, pilihannya adalah Presiden Jokowi harus mundur atau cuti kalau ingin terang-terangan berpihak kepada pasalon tertentu, jangan berkampanye dibalik baju kekuasaannya donk., itu tidak etis”pungkas Dr Kristiya Kartika. (*chy)