Mimbarrepublik.com, Jakarta- Bicara Substansi Pendidikan tidak terlepas dari pemikiran Paulo Freire Dalam Bukunya “Pendidikan Kaum Tertindas?” atau “Pedagogy of the Oppressed”, pendidikan harus berfungsi sebagai sarana pembebasan bagi kaum tertindas. Freire berpendapat bahwa sistem pendidikan yang ada cenderung menindas dan mengontrol kaum tertindas untuk mempertahankan ketimpangan sosial dan ekonomi, demikian disampaikan Benny Pilliang Pemerhati Pendidikan saat dihubungi pers, Selasa, 2 Mei 2023.
“Freire mengusulkan pendidikan yang bersifat kritis dan partisipatif, di mana para siswa dan guru bekerja bersama-sama untuk memahami realitas sosial dan menemukan cara-cara untuk mengubahnya. “ungkap Benny Pilliang.
Menurut Benny, Freire menekankan pentingnya dialog dan kerjasama dalam proses pendidikan, sehingga para siswa tidak hanya menjadi pasif penerima informasi, tetapi juga menjadi aktor yang aktif dalam menciptakan perubahan sosial, ia juga menolak model pendidikan yang hanya mengajarkan keterampilan teknis dan mengabaikan dimensi sosial dan politik. Menurutnya, pendidikan harus membantu siswa untuk memahami realitas sosial mereka dan menjadi bagian dari gerakan pembebasan untuk mengatasi ketidakadilan sosial.
“Dalam pandangan Freire, pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang mendorong siswa untuk berpikir kritis, bertindak dalam menghadapi realitas sosial, dan bekerja bersama-sama untuk menciptakan perubahan sosial yang positif, nah bagaimana dengan Subtansi Pendidikan diterapkan di Indonesia.”ujar Benny.
Benny menjelaskan bahwa sejarah dimulainya Gerakan Pendidikan di tanah jajahan yang semula bernama indobelanda ini, bermula dari seorang Ki Hajar Dewantoro, pendiri Taman Siswa, memiliki pandangan yang unik tentang pendidikan. Menurut Ki Hajar Dewantoro, tujuan utama dari pendidikan adalah membentuk manusia yang utuh secara rohani, intelektual, dan fisik, atau yang sering disebut sebagai “jiwa kemandirian” atau “kebulatan manusia”.
“Dalam pandangan Ki Hajar Dewantoro, pendidikan harus memberikan kesempatan bagi setiap siswa untuk mengembangkan potensi dan bakat mereka, sesuai dengan kebutuhan dan minat masing-masing. “jelas Benny.
Ki Hajar Dewantoro, lanjut Benny, juga menekankan pentingnya pendidikan sebagai sarana untuk memperkuat identitas budaya dan nasional, pendekatan yang digunakan oleh Ki Hajar Dewantoro dalam pendidikan adalah pendekatan “Belajar dari dan untuk kehidupan”, yang menekankan bahwa pendidikan harus relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa, sehingga siswa dapat mengaitkan dan mengaplikasikan pengetahuan yang mereka peroleh dalam kehidupan sehari-hari mereka.
“Selain itu, Ki Hajar Dewantoro juga menekankan pentingnya pendidikan untuk membangun kesadaran sosial dan kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya”, ucap Benny.
Hal ini dilakukan, sambung Benny, dengan mengintegrasikan pendidikan dengan kegiatan sosial dan keterampilan hidup, sehingga siswa dapat belajar bagaimana menjadi warga yang bertanggung jawab dan berkontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar, secara keseluruhan, Ki Hajar Dewantoro menekankan bahwa pendidikan harus berorientasi pada pembentukan manusia yang utuh dan berkualitas, serta relevan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat di sekitar.
Selanjutnya Benny mengungkapkan Pendekatan “Belajar dari dan untuk kehidupan” dan integrasi antara pendidikan dengan kegiatan sosial dan keterampilan hidup menjadi kunci dalam pendidikan menurut pandangan Ki Hajar Dewantoro, dengan demikian jadi sesungguhnya ada kesamaan antara substansi Pendidikan KH Dewantoro dengan substansi Pendidikan Paulo Freire, yakni sama-sama membentuk pribadi manusia yang tidak terlepas dari kodratnya sebagai mahkluk sosial, yang merdeka dan mandiri.
“Dari usia kemerdekaan Indonesia yang akan memasuki ke 78, nampaknya system Pendidikan yang diterapkan di era Presiden Jokowi inilah, cenderung memadukan substansi Pendidikan KH Dewantara dengan subtansi Pendidikan Paulo Freire di dalam konsep kurikulum Merdeka, yang tidak lagi menjejali peserta didik, melainkan memerdekakan peserta didik maupun tenaga pendidik dari beban penjejalan /pemaksaan mata pelajaran menindas volume otak yang kapasitas menyerapnya terbatas. Inilah Pendidikan yang memerdekakan dan Mencerdaskan Memajukan Bangsa”pungkas Benny. (*Red)