Mimbarrepublik.com, Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengaku, tidak bisa menjerat Ponpos Al-Zaytun dengan Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Nomor 5 Tahun 2018. Sekalipun, seandainya dibenarkan ponpes pimpinan Panji Gumilang itu berkaitan dengan gerakan NII (Negara Islam Indonesia).
BNPT menjelaskan, NII dalam UU Terorisme tidak masuk Daftar Terduga Terorisme dan Organisasi Terorisme (DTTOT). Sejauh ini, organisasi teroris yang masuk DTTOT, seperti Jaringan Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
“UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Nomor 5 Tahun 2018 hanya bisa diterapkan terhadap kelompok atau jaringan radikalisme. Yang masuk dalam Daftar Terduga Terorisme dan Organisasi Terorisme (DTTOT), seperti, JI, JAD, JAT, dan lainnya,” kata Direktur Deradikalisasi BNPT Ahmad Nurwakhid kepada pers, di Jakarta, Minggu (9/7/2023).
Oleh sebab itu, Ahmad mendorong, NII tercantum dalam DTTOT. Guna, bisa menjerat Ponpes Al-Zaytun dan Panji Gumilang jika benar berkaitan dengan NII.
“Tentu kita mendorong NII dimasukkan dalam DTTOT. Sehingga bisa dijerat dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,” ucap Ahmad.
Kemudian, Ahmad menegaskan, penangaman kasus Al-Zaytun harus dilakukan secara holistik dan kolaboratif dengan pendekatan hukum pidana umum. Maupun, pidana khusus sesuai bukti-bukti yang cukup.
Terlebih, BNPT berperan dalam pengawasan dan monitoring bersama lembaga terkait. Guna, melakukan pendalaman keterkaitan Al Zaytun dengan jaringan NII.
“Namun, hal terpenting lainnya yang patut dipertimbangkan adalah mitigasi dan pembinaan khususnya. Terhadap para santri dan cipta kondisi agar menjamin stabilitas kamtibmas,” ujar Ahmad.
Sebelumnya, keterkaitan Ponpes Al-Zaytun dengan NII kembali diungkit dan mencuat ke permukaan terkait kasus penistaan agama. Kasus tersebut, diduga dilakukan oleh Abu Toto alias Panji Gumilang.
Perlu diketahui, DI/TII atau NII merupakan kelompok jaringan radikal terorisme melalui gerakan pemberontakan yang dipimpin Marijan Kartosuwiryo. Pascareformasi, UU Anti Subversi Nomor 11/PNPS/1963 dicabut, sehingga negara tidak punya instrumen hukum untuk menjerat gerakan dan organisasi ini. (*Kikel)