Mimbarrepublik.com, Jakarta- Rilis Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Sensus Pertanian 2023 menunjukkan bahwa petani muda (Generasi Z atau milenial) mengalami penurunan dalam 10 tahun terakhir. Jumlah petani muda berusia 25-34 tahun turun dari 11,97% pada 2013 menjadi 10,24% pada 2023.
“Petani muda berusia 35 sampai 40 tahun juga mengalami penurunan dari 26,3% menjadi 22%. Terdapat kecenderungan bahwa dalam 10 tahun terakhir, petani muda semakin menjauh dari sektor pertanian,” ujar Pengamat Pertanian Khudori kepada wartawan di Jakarta, Minggu 14/1/2024.
Khudori menjelaskan di satu sisi, terjadi peningkatan jumlah petani berusia 55-64 tahun dari 20% pada 2013 menjadi 23,3% tahun lalu. Demikian pula, petani berusia 65 tahun juga mengalami peningkatan signifikan, dari 12,7% pada 2013 menjadi 16,5% tahun lalu.
“Kecenderungan ini mencerminkan dinamika demografis, jumlah petani berusia 55-64 tahun naik dari 20% di 2013 menjadi 23,3% di tahun lalu. Begitu juga dengan mereka yang berusia 65 tahun, mengalami peningkatan signifikan dari 12,7% pada 2013 menjadi 16,5% tahun lalu,” ujarnya.
Khudori menyatakan untuk mengetahui penyebab penurunan jumlah petani muda dalam 10 tahun terakhir, pemerintah disarankan melakukan survei lanjutan. Dimana lebih fokus dan terperinci berdasarkan hasil sensus pertanian tersebut.
Data dari survei tersebut dapat menjadi dasar untuk merumuskan kebijakan yang didukung oleh bukti konkret. “Terus terang, saya tidak dapat memberikan jawaban yang pasti atau definitif,” ucapnya.
“Jika pemerintah ingin mengetahui alasan atau penyebab masalah sehingga generasi muda enggan masuk ke sektor pertanian. Mestinya berdasarkan hasil sensus pertanian ini, pemerintah dapat melakukan survei lanjutan yang lebih fokus dan terperinci untuk menjawab penyebabnya,” ujarnya.
Menurut Hudori, hasilnya bisa digunakan sebagai dasar untuk membuat kebijakan berbasis data dan bukti. Contohnya kebijakan yang telah diimplementasikan di Korea Selatan.
“Di negara tersebut, terdapat kepastian bagi petani muda yang masuk ke sektor pertanian, seperti jaminan lahan dan modal kerja. Selain itu, adanya wajib militer bagi semua warganya yang terlibat dalam sektor pertanian memberikan dimensi tambahan.
Penerapan insentif serupa mungkin dapat dipertimbangkan di Indonesia. Untuk mendorong partisipasi generasi muda dalam pertanian.
“Barangkali kita dapat melihat beberapa kebijakan yang ada di Korea Selatan. Di sana, petani muda yang masuk ke sektor pertanian memiliki kepastian jaminan untuk mendapatkan lahan, modal kerja, dan wajib militer,” kata Hudori.
Maka, bagi semua warganya yang masuk ke sektor pertanian dapat insentif. “Dan insentif-insentif serupa bisa dipertimbangkan untuk diterapkan di Indonesia,” ucapnya, mengakhiri. (*Wari)