Mimbarrepublik.com, Depok Epidemilog Universitas Indonesia Tri Yunis Miko berpendapat untuk mencegah penularan kasus cacar monyet Pemprov DKI Jakarta harus meningkatkan kewaspadaan di dalam populasi kunci. Hal ini karena sejauh ini cacar monyet hanya ditemukan menular di dalam komunitas tertentu dan melalui hubungan seksual.
Meskipun bisa menular melalui cairan, Tri menjelaskan belum pernah ditemukan kasus cacar monyet (mpox) yang sebelumnya tanpa didahului oleh hubungan seksual.
“Diingatkan saja. Misalnya bila keduanya punya cacar monyet atau cacar apa pun, ditolak (berhubungan seksual). Lebih meningkatkan ‘awareness’ pada kelompok populasi kunci atau yang berisiko tinggi. Mau tidak mau karena penularannya melalui kontak seksual terkena kelompok mereka. Oleh karena itu tugas pemerintah melindungi walaupun mereka memiliki kecenderungan perilaku seksual yang berisiko,” ucap Tri kepada awak media, Rabu 1/11/2023.
Baru pada dekade 90-an, lanjutnya, penyakit ini menular ke manusia bermula di Eropa. Kasus cacar monyet pun sempat hilang dan tidak terdeteksi kembali. Baru terdeteksi di Eropa dan Amerika Serikat usai pandemi berakhir namun mampu dihentikan.
Sementara itu, di Indonesia baru ditemukan pada tahun lalu dan kembali muncul tahun ini. Menurut dia, kecilnya kasus cacar monyet di Indonesia terjadi karena hubungan seksual di Indonesia lebih terkontrol.
“Kalau di Amerika Serikat dan Eropa lebih bebas kan,” ujarnya.
Sementara itu, untuk vaksinasi menurut dia, belum ada vaksinasi khusus penyakit cacar monyet. Namun, yang ada hanya vaksin cacar yang dikembangkan dan diberikan kepada penerima. Sehingga, di beberapa negara ada yang menjual secara bebas vaksin cacar tersebut. Hal ini menurut dia bisa saja dilakukan di Indonesia.
“Ya bisa saja pemerintah Indonesia kalau mau mengizinkan penjualan bebas vaksin cacar yang diperuntukkan untuk cacar monyet ke faskes. Nanti yang mau bisa mendapatkan injeksinya tinggal datang ke faskes,” tuturnya.(*Nur)