Mimbarrepublik.com, Jakarta- Paslon Capres-Cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka jika benar benar terbentuk, maka hal tersebut dinilai merupakan pasangan yang memiliki cukup banyak kelemahan. Mulai dari serangan politik dinasti, tudingan penyalahgunaan kekuasaan untuk mengatur independensi kehakiman, demikian disampaikan Pengamat politik dari Universitas Paramadina Ahmad Khairul Umam kepada awak media, Sabtu, 21/10/2023 di Jakarta.
Ia juga mengatakan masih terbukanya celah kontroversi mekanisme legal-formal atas implementasi putusan MK, hingga membuncahnya kebencian PDIP terhadap keluarga Jokowi, membuka ruang bersatunya kekuatan PDIP dengan Koalisi Perubahan di putaran kedua Pilpres 2024 mendatang.
“Dengan kata lain, jika Prabowo memaksakan diri memilih Gibran dan tidak berani menjelaskan kepada Jokowi untuk mengambil nama cawapres alternatif yang lain, maka Prabowo berpeluang terjebak dalam medan killing ground,” ungkap Ahmad Khairul Umam.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa dalam posisi ini pasangan tersebut akan menjadi sasaran tembak yang terbantai di tangan para kompetitor, rival politik, dan juga kekuatan civil society yang tegas menolak praktik nepotisme dan politik dinasti.
Sementara itu di saat capres Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo memertimbangkan variabel Nahdlatul Ulama (NU) sebagai entitas kekuatan politik dalam memilih cawapresnya, maka Prabowo sebaiknya juga mempertimbangkan variabel NU dalam memilih cawapresnya.
“Jika akhirnya Prabowo-Gibran berlayar, meskipun Ketum PBNU Gus Yahya pernah menyatakan pihaknya tidak akan jauh-jauh dari Jokowi terkait pilpres, namun besar kemungkinan mereka akan kesulitan dan kerepotan betul dalam menjelaskan kepada para kiai, jaringan santri dan basis-basis pesantren untuk memilih pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran yang tidak merepresentasikan kaitan langsung dengan entitas kultural maupun struktural NU,” paparnya.
Dia menekankan jika Prabowo-Gibran dipaksakan, Prabowo akan kehilangan basis dan kekuatan pemenangan di Jawa Timur yang dipercaya sebagai penentu kemenangan Pilpres. Prabowo memiliki basis kuat di Jawa Barat dan Banten, maka untuk tampil lebih kompetitif, Prabowo sebaiknya memilih cawapres yang memiliki basis kekuatan teritorial di Jawa Timur.
Dalam konteks ini, alternatif nama yang perlu dipertimbangkan adalah Erick Tohir dan Khofifah Indar Parawansa.
“Tapi karena Erick dianggap sebagai kader naturalisasi NU, maka proses realisasi dukungan Nahdliyin-nya juga agak dipertanyakan. Karena itu, alternatif pilihan cawapres bagi Prabowo untuk mendapatkan kekuatan optimalnya salah satunya di Khofifah. Apalagi jika nama Khofifah didukung penuh oleh Partai Demokrat dan Partai Golkar yang kian mencoba realistis untuk tidak mengajukan Airlangga. Jika itu dilakukan, Prabowo bisa lepas dari jebakan permainan politik dan tampil lebih kompetitif saat bertarung melawan Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin,” tukasnya. (*Nur)