Mimbarrepublik.com,Jakarta-Diskusi publik yang di gelar Eksekutif Nasional-Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EN-LMND) dengan tema “Eksistensi Polri Dalam Penanganan Konflik Agraria”, membedah pentingnya penyelesaian kasus agraria dengan pendekatan Restorative Justice, Kedai Tempo- Utan Kayu (Jumat, 06 Oktober 2023 kemaren.
Sengketa tanah di atas lahan negara yang tengah di lakukan pengajuan pengelolaan oleh petani jambi berujung pemidanaan terhadap 6 orang petani dan 1 orang sopir pengangkut sawit oleh koperasi milik PT.RKK yang sudah dinyatakan tak memiliki hak sebagai pengelola berdasarkan putusan Pengadilan tata usaha negeri jambi sebelumnya.
Herannya berdasarkan bukti yang telah di ajukan kepada polda jambi oleh petani, malah Polda jambi masih melakukan proses penangkapan serta penetapan tersangka kepada Ardiansah tanpa landasan hukum yang kuat. Hingga kini keluarga serta pihak yang di rugikan masih berupaya menempuh praperadilan untuk menguji syarat formil terkait upaya penahanan terhadap korban atau pihak terlapor.
Ketua umum LMND Samsudin Saman menyampaikan bahwa konflik agraria yang begitu meluas selalu memiliki implikasi besar dari peranan polri dengan berbagai letusan konflik yang beriringan dengan pecahnya gelombang perlawanan rakyat akibat pendekatan kesatuan Polisi Republik Indonesia (Polri) yang terkesan represif dan seringkali berujung pada proses pemidanaan terhadap masyarakat yang berupaya mempertahankan haknya.
Samsudin juga menyampaikan kekecewaannya terhadap Mabes Polri yang tidak berani hadir dalam diskusi publik berdasarkan surat yang di layangkan oleh pengurus EN-LMND. Padahal melalui kesempatan ini seharusnya dapat di manfaatkan oleh kapolri untuk menyampaikan dalil-dalil pembelaannya terhadap setumpuk persoalan di tengah masyarakat yang juga turut menilai kinerja Polri dalam penuntasan kasus HAM, maupun penyelesaian konflik agraria secara menyeluruh.
Berdasarkan UU No 02 tahun 2022, sambung Samsudin, Polri memiliki tugas dan wewenang sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. malah yang terjadi berbanding terbalik dengan fakta di lapangan. Pengerahan aparat polri selalu di benturkan dengan kepentingan rakyat kecil yang hanya mempertahankan hak hidupnya sehari-hari.
Selain kasus yang menimpa petani jambi, konflik yang menimpa warga wadas juga tidak terlepas dari peranan aparat kepolisian hingga aksi penembakan gas air mata di stadion kanjuruhan malang dan yang terbaru kasus di pulau rempang baru-baru ini. Hal ini menegasikan posisi polri yang tidak berpihak kepada masyarakat namun, lagi-lagi selalu mempersulit masyarakat dan lebih menjamin kepentingan capital yang beroperasi di atas wilayah hukum NKRI.
Samsudin juga menyoroti penuntasan agenda reforma agraria yang jalan di tempat. Semenjak UU Pokok agraria No. 5 tahun 1960 di lahirkan, untuk menggantikan peraturan pertanahan warisan belanda yang menguasai banyak lahan rakyat serta lebih mengakomodir kepentingan swasta/pengusaha beroperasi secara bebas, malah watak yang di jalankan oleh pemerintah saat ini tidak jauh berbeda dengan apa yang di laksanakan oleh kolonial belanda saat mencaplok lahan-lahan milik rakyat.
Untuk itu, sebagai organisasi gerakan. LMND akan tetap menyuarakan persoalan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, terkhususnya penuntasan agenda kesejahteraan rakyat dengan mendorong hilirisasi sebagai jalan menempuh industrialisasi nasional yang bertumpu pada peningkatan taraf hidup masyarakat yang lebih adil. Dan dalam waktu 3 bulan mendatang,
“Terkait masalah tersebut LMND akan melangsungkan serangkaian aksi massa yang bakal dimulai dari depan Mabes Polri, DPR RI, KLHK, Kementerian ATR/BPN, dan Istana Negara hingga konflik yang tengah di hadapi oleh petani jambi dapat di selesaikan.”pungkas Samsudin. (*nur)