Mimbarrepublik.com, Jakarta- Maraknya aksi kekerasan pelajar SMP dan SMA dalam bentuk tawuran dan perundungan terhadap teman harus dicarikan solusi sistemik. Pasalnya aksi kekerasan tersebut sudah berpotensi menghilangkan nyawa atau membuat luka permanen serius.
Hal tersebut ditegaskan Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti menanggapi maraknya aksi kekerasan yang dilakukan pelajar. Terbaru adalah kasus perundungan yang dilakukan pelajar SMP Negeri 2 Cimanggu, Cilacap, terhadap teman sekolahnya.
“Zaman saya dulu sekolah juga ada perkelahian antarsiswa atau tawuran antarsekolah. Tapi tidak seperti sekarang, tawuran bawa pedang, parang dan clurit,” kata La Nyalla.
“Perkelahian zaman dulu juga dalam taraf wajar, setelah teman jatuh, ya sudah. Sekarang kita lihat, temannya sudah tak berdaya, masih dihajar, diinjak, ditendang. Ini kan mengancam nyawa dan cedera serius,” kata La Nyalla, kepada wartawan, Sabtu, 30 September 2023.
Untuk menemukan solusi sistemik, semua aspek perubahan perilaku siswa harus ditinjau secara komprehensif. Pada aspek lingkungan, semua pihak harus meninjau ulang mulai dari rumah hingga tempat bermain (komunitas) anak.
Aspek dan jenis informasi yang diakses anak melalui media sosial juga harus digali. Pada aspek lingkungan sekolah, kepekaan guru, terutama guru BP, dan regulasi sekolah terkait penghargaan dan hukuman haruslah tepat.
“Dan kasus-kasus yang ada, semua bermuara kepada menurunkan etika, moral, dan budi pekerti anak didik kita. Ini yang berbahaya bagi masa depan bangsa,” kata La Nyalla.
“Karena kalau budi pekerti sudah menurun, dan moral generasi rusak, akan mudah terjerumus ke kerusakan lainnya, terutama narkoba, kriminalitas dan penyakit sosial lainnya. Ini pada jangka panjang akan menjadi beban dan ancaman bagi negara,” ujar La Nyalla.
Padahal, Indonesia akan menghadapi ledakan populasi penduduk usia muda (produktif) mulai tahun 2030 mendatang. Puncaknya akan diperoleh pada tahun 2045, dengan komposisi hampir 70 persen berada di level usia produktif.
“Ini kan kacau kalau dibiarkan. Usia produktif, tetapi dengan kualitas yang rendah dan tidak mampu berkompetisi, karena tidak sehat secara fisik, mental dan spiritual, akibat kerusakan moral dan gaya hidup yang sejak di bangku sekolah. Di sisi lain, tenaga kerja asing akan semakin mudah masuk ke Indonesia. Ini harus serius dipikirkan pemerintah,” ujarnya.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023. Isinya tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP).
Namun, menurutnya, aturan tersebut oleh banyak kalangan dinilai tidak terimplementasi dengan optimal di sekolah. Ini karena regulasi sanksinya hanya bersifat administratif.
Sanksi yang diberikan satuan pendidikan tidak ada tindak lanjutnya, seperti siapa melakukan apa dan siapa yang memberikan hukuman. (*Nur)