Mimbarrepublik.com, Jakarta– Rencana kebijakan pemblokiran NIK KTP elektronik, dengan alasan sebagai upaya menertibkan administrasi kependudukan di mana penduduk ber-KTP DKI Jakarta harus secara de facto tinggal di wilayah DKI Jakarta. Dengan penertiban administrasi kependudukan, pemberian bantuan sosial kepada warga pun dapat lebih tepat sasaran dan akurat.
Rencana kebijakan tersebut pun, tampaknya mendapatkan respon beragam dari kalangan masyarakat, dan bahkan menjadi perbincangan hangat oleh berbagai lapisan masyarakat, salah seorang diantaranya dari seorang tokoh masyarakat, sebut saja Poly Siahaya.
Ketika di hubungi wartawan, Polly Siahaya mengatakan bahwa penertiban itu, dipicu oleh adanya kondisi kekacauan dari pengurusan hingga kepemilikan dokumen kependudukan, dan hal itu terjadi Akibat KTP berlaku Seumur hidup dan berlaku secara nasional maka dengan sendirinya si warga tidak lagi berinteraksi dengan pengurus Lingkungan RTRW atau dengan pihak kelurahan, sehingga RT RW tidak mengetahui bahkan tidak mengenal asal usul si pemilik NIK KTP yang berdomisili di wilayahnya.
“Dengan kondisi tersebut, memang suka tidak suka Ketua RT-RW harus ikut menertibkan Data Kependudukan di lingkungannya.”ucap Polly Siahaya yang juga salah seorang inisiator dan salah satu Pendiri Forum RT RW Provinsi DKI Jakarta kepada wartawan, Senin, 8 Mei 2023 di Jakarta.
Menurut Polly, mengenai penertiban dokumen kependudukan, seharusnya bagi warga yang masih numpang alamat domisili harus ada Izin dari pemilik Rumah, apabila pemilik Rumah Keberatan maka warga tersebut harus segera pindah ke alamat domisili yang baru,
tentunya hal itu harus di ketahui oleh RT RW, melalui Surat pengantar RTRW saat membuat dokumen kependudukan (KTP dan Kartu Keluarga), karena itu perlu diaktifkan kembali Surat pengantar RT-RW dan harus ada Tanda Tangan Ketua RT pada Kartu Keluarga.
“Pada prinsipnya kami setuju dengan penertiban NIK KTP, terutama NIK WARGA yang telah meninggal dunia saat akte kematiannya telah diterbitkan, karena kalau tidak diblokir NIK KTPnya, diduga masih banyak nama nama warga yang sudah meninggal dunia dapat di salah gunakan dalam Daftar Pemilih Sementara di Pemilu dan Daftar penerima Manfaat (bansos).”ungkap Polly Siahaya tokoh masyarakat yang tinggal di Kawasan Kebon Melati, Tanahabang.
Namun demikian, lanjut Polly, kebijakan pemblokiran NIK KTP itu oleh Dinas Dukcapil Provinsi DKI Jakarta sepatutnya di dasarkan pada Undang-Undang No.24 Tahun 2013 tentang administrasi kependudukan, persoalannya sekarang, di undang-undang tersebut tidak mengatur ketentuan mengenai pemblokiran NIK KTP, sedangkan surat keputusan No.100 Tahun 2023 tentang pedoman pemblokiran NIK KTP yang diterbitkan Kadis Dukcapil DKI Jakarta telah mencantumkan dasar hukumnya adalah Undang-Undang No.24 Tahun 2013 tentang administrasi kependudukan, sehingga hal ini menjadi kerancuan dan membingungkan warga.
“Inikan bicara kepatutan, apakah patut, Surat Keputusan Kadis Dukcapil tersebut dilaksanakan dengan mengabaikan Undang-Undang No.24 Tahun 2013 tentang administrasi kependudukan, yang tidak mengatur tentang pemblokiran NIK KTP, padahal di Undang-Undang tersebut jelas disebutkan NIK KTP itu bersifat permanen dan privat.”tukas Polly.
Polly juga mengungkapkan bahwa di dalam surat keputusan No.100 Tahun 2023 tentang pedoman pemblokiran NIK KTP yang diterbitkan Kadis Dukcapil DKI Jakarta, juga mencantumkan penon-aktifan NIK KTP berasal dari keberatan oleh pemilik atau pengelola rumah kontrakan, yang notabene adalah pihak luar yang bukan pemilik NIK KTP, dan hal ini rentan terhadap penyalahgunaan untuk kepentingan tertentu, misalnya tiba-tiba NIK seseorang dinonaktifkan maka yg bersangkutan bisa kehilangan Hak Pilih sebagai warga negara.
“Hal tersebut perlu diwaspadai menghadapi Tahun politik, untuk itulah, maka sebaiknya penertiban administrasi kependudukan melalui pemblokiran NIK KTP, ditunda saja, sebab selain adanya kerancuan dalam dasar hukumnya, juga bisa memicu munculnya tindakan kesewenang-wenangan seseorang untuk melakukan pemblokiran NIK KTP yang bisa berdampak hilangnya hak suara di pemilu 2024 mendatang.”tandas Polly.
Di akhir perbincangan dengan wartawan, Polly menegaskan sudah sepatutnya tugas Dukcapil, harus terus menerus melakukan verifikasi data kependudukan mengingat pergerakan kependudukan masuk dan keluar Jakarta sangat cepat setiap hari untuk itu perlu kerja sama yang intens dengan para KETUA RT dan KETUA RW, nah soal NIK KTP ganda atau pemilik NIK KTP yang sudah meninggal dunia, itu boleh di blokir NIK KTPnya,
Tapi harus dikoordinasikan terlebih dahulu ke ketua RT maupun ketua RW, serta ketentuan peraturan perundang-undangannya harus jelas dan baku, karena bagaimanapun Indonesia negara hukum, punya hirarki sumber hukum dari mulai Pancasila, UUD45, Peraturan Presiden dst, semua kebijakan harus mengacu pada sumber hukum diatasnya, kalau nggak sesuai dengan sumber hukum diatasnya, bisa menimbulkan kekacauan hukum sehingga bisa memunculkan konflik, lebih baik batalkan saja kebijakan tersebut, dukcapil harus juga mencermati sumber hukumnya donk, kalau nggak ada di Undang-Undang Administrasi Kependudukan, jangan dipaksakan, selain itu, dukcapil sepatutnya mengundang dan berdiskusi dengan pihak RT-RW, supaya tidak terjadi miskomunikasi,
“Karena apapun yang terjadi Ketua RT maupun Ketua RW akan menjadi garda terdepan menghadapi masyarakat yang terdampak atas kebijakan yang di keluarkan oleh Dukcapil, masyarakat sekarang ini tidak seperti dulu, mereka selalu bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah, intinya kebijakan itu jangan bikin cemas warga, kami ketua RT RW yang bakal kena getahnya ikutan cemas.”pungkas Polly. (*kikel)